Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2023

Tentang Pilihan

 Aku memanggilnya Pak Guru. Disebut begitu sebab ia adalah guru di desaku. Setiap satu semester sekali, Desaku kerap kali kedatangan seorang guru dari kota. Namun Pak Guru bukanlah guru yang datang dari kota. Sewaktu kedatangannya ke desa, beberapa hari sebelumnya adalah kepulangan Guru Desa kami yang sebelumnya ke kota. Kepulangan yang disebabkan oleh habisnya masa mengajar di desa kami. Sedangkan untuk guru penggantinya, Kepala Desa menyebutkan kalau belum ada kabar dari kota. Pak Guru yang mengetahui hal itu pun menawarkan diri untuk menjadi guru sementara di desa kami secara sukarela. Kedatangan Pak Guru sebenarnya bukan untuk menjadi guru. Ia datang dengan tujuan tersendiri, adalah pembuatan film dokumenter. "Anggap saja sebagai balas Budi sebab para warga desa sudah menerima kedatangan saya ke sini." kata Pak Guru sewaktu ditanya alasannya untuk menjadi guru desa. Meskipun Pak Guru bilang pengambilan perannya menjadi guru di desa kami adalah sebagai balas budi, perannya...

Dear Diary: Perpustakaan

 Salah satu impianku adalah untuk membangun sebuah perpustakaan. Impian itu didorong atas kegemaranku dalam membaca dan menulis. Atau juga sebab hari kelahiranku yang bertepatan dengan Hari Literasi Internasional. Walau sebenarnya minat baca juga tidak sepenuhnya disebabkan oleh itu. Kalau perpustakaan berarti sebuah bangunan yang menyimpan banyak buku, atau tempat orang-orang untuk berkumpul dan membaca, maka untuk membangunnya masih membutuhkan waktu yang lama. Tapi kalau perpustakaan adalah sebuah tempat untuk pinjam-meminjam buku, maka impian itu perlahan mulai terwujud. Kebiasaan membaca tidak hanya aku lakukan di rumah, tapi juga kubawa sampai ke kampus. Sudah terhitung banyak buku telah kubawa untuk dibaca di kampus. Selagi aku membaca, kerap kali ada seorang teman kelas yang bertanya perihal apa yang kubaca, buku apa itu. Sampai satu judul menarik minat baca salah seorang teman. Kemudian teman yang lain juga turut berminat untuk membaca judul yang sama. Datang lagi satu ora...

Taman Langit

 Taman langit bukan kata kiasan. Atau kata puitis. Atau susunan kata indah. Adalah nama sebuah tempat indah. Taman Langit berarti Taman di Langit. Sebuah tempat perkemahan dengan pemandangan luar biasa indah. Berada di ketinggian sekitar 1600 MDPL. Jadi harus mendaki dulu untuk sampai ke sana. Atau dengan motor kalau tidak mau mendaki. Selama di sana, aku merasa seperti ada di istana awan. Istana awan bukan berarti istana di atas awan. Tempatnya penuh dengan kabut. Sejauh mata memandang hanya terlihat putih-putih di sore hari menjelang matahari terbenam. Sama seperti di dalam awan. Terdapat banyak spot foto di sana. Keindahan alam memang tidak pernah membatasi manusia untuk terus mengabadikan keindahan setiap sudutnya. Ada hamparan kebun teh, keindahan matahari terbit, ada juga kebun sayuran lainnya seperti kol hijau. Tempatnya ramai bukan main. Setiap petaknya sudah terbangun tenda-tenda selagi aku sampai di sana. Sebenarnya Taman Langit adalah tempat perkemahan umum. Tapi apa yan...

Kawah Wayang

 Sekali lagi aku sampai di bulan. Atau tempat yang kuanggap mirip bulan. Namanya Kawah Wayang. Tidak seperti kawah-kawah yang pernah kulihat di televisi atau di internet atau di buku-buku sekolah tentang alam atau buku-buku wisata alam. Kawah Wayang tidak seperti Kawah Putih yang membentuk sebuah danau besar. Kawah Wayang kering kerontang. Hanya ada banyak bebatuan menuju tebing. Sebenarnya ada tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sana. Tumbuh-tumbuhan kecil dan hutan di sekelilingnya. Kawah Wayang punya permukaan yang tidak rata. Aku seperti berada di area pertambangan yang banyak bebatuan. Batu-batunya berwarna hitam, tapi di sekeliling ada seperti pasir atau tanah berwarna putih (aku tidak tau pasti apa itu). Seperti berada di bulan. Atau seperti berada di tempat dalam anime petualangan. Yang paling menarik perhatian adalah adanya belerang. Sebenarnya-benarnya belerang seperti yang terlihat di televisi. Berwarna kuning dan berbau menyengat, tapi di sana baunya tidak begitu menyengat. ...

Nada Cinta

 Nada duduk dengan dagu berpangku tangan, menatap sosok laki-laki hebat di depannya. Seorang laki-laki seumuran Nada dengan pakaian bernuansa langit cerah. Celana jeans biru dan kaos putih polos dilapisi kemeja lengan pendek berwarna biru juga. Nada memerhatikan setiap gelagat laki-laki itu dengan terus tersenyum. Sedangkan yang ditatap, sibuk memainkan jemarinya di atas kibor, matanya pun fokus menatap layar laptop. Sesekali ia tersipu malu tiap kali ia beradu tatap dengan Nada. "Berhentilah menatapku begitu. Aku jadi tidak bisa fokus menulis." kata laki-laki itu. Nada menggeleng. "Aku mau lihat Rama terus." Rama tidak lagi protes. Meskipun fokusnya sedikit terganggu, tapi tumbuh dalam diri semangat membara untuk menulis, menulis skripsi tentu saja. Keduanya kini ada di dalam sebuah kafe di dekat alun-alun kota. Rama berhenti menulis sejenak ketika seorang pelayan datang ke meja mereka dengan membawa dua gelas minuman di atas nampan. Nada pun sejenak menegakkan bad...

Ranca Upas

 Bukan soal penangkaran rusa, tapi soal dinginnya. Ranca Upas adalah tempat paling dingin dari semua tempat yang aku pernah kemah di sana. Padahal aku sudah memakai jaket, memang tidak tebal tapi setidaknya bisa menahan, sayangnya itu tidak cukup. Aku pun membawa selimut, tapi dinginnya tetap bisa menembus sampai tulang. Beruntung aku tidak membeku. Aku memang tidak suka dinginnya. Tapi kalau bicara soal pemandangan, bisa kalian lihat sendiri, Indah yang sebenar-benarnya keindahan. Belum lagi soal penangkaran rusa. Soal tanduknya yang juga sama-sama indah kalau dilihat langsung. Seperti dahan pohon tanpa daun yang tumbuh di atas kepala. Bagiku, yang sepesial soal rusa hanya itu, tanduknya. Selebihnya sama dengan sapi atau hewan ternak lainnya. Baunya benar-benar mirip sapi. Tapi bentuk kotorannya mirip kambing. Satu lagi. Jangan percaya dengan tulisan, "Stroberi petik sendiri." Kalimat itu bukan berarti bebas ambil dan gratis. Tetap bayar. Bayar dan petik sendiri. Merepotkan.

Ujung Genteng

 Hari itu sepulang aku dari sekolah. Aku pulang tepat saat transisi dari terang ke gelap. Hanya sebentar beristirahat. Setelah makan malam, aku dapat telepon dari guruku, perihal ajakan kemah. Ajakan itu sebenar sudah kuterima sedari siang, melalu pesan yang dikirim seorang teman. Tapi sebab aku masih di sekolah, jadi aku abaikan dan diamkan. Aku pun terima ajakan itu. Akan kuanggap sebagai mengisi waktu libur. "Kita akan berangkat sekitar jam 3." kata guruku di telepon. Aku pun mengangguk paham. Sebab kupikir waktunya masih lama, usai makan malam aku pilih untuk bersantai sejenak. Berselang sekitar satu jam, guruku kembali mengabarkan. "Kita berangkat jam 10, sebentar lagi." Aku terkejut bukan main. Katanya untuk mengefektifkan waktu. Segera aku pun bersiap. Dengan sigap, cepat, dan tangkas, aku segalanya sudah masuk ke dalam tas. Perjalanan pun dimulai-- tapi ngetem dulu di Pom bensin tengah jalan dan tidur dalam mobil. Sampai menjelang subuh. Perjalanan pun dimul...

Layar Imaji

  Lanjutan dari "Bersama Selamanya" Kala menyebutnya Layar Imaji.  Kala dan Kila merebahkan diri di atas tikar di pekarangan rumah Kila. Keduanya terlentang menghadap langit. Kila menekuk wajahnya sebab ia merasa telah ditipu oleh Kala. Kala bilang, "Sore ini kita akan pergi menonton." katanya pagi tadi. Begitu sore tiba, Kila sudah berpakaian rapi. Ia bersemangat sekali untuk sore ini. Setelah pertengkarannya semalam dengan Kala, atau mungkin bukan bertengkar, tapi yang jelas Kila merasa jengkel tapi senang juga, tapi lebih banyak jengkelnya. Kala tiba di pintu depan. Diketuknya pintu rumah Kila yang jaraknya bahkan tidak sejauh lomba lari sprint 100 meter. Kemudian ia mengucap salam. Kala disambut oleh senyuman paling manis sahabatnya itu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kila tampil dengan selembar kaus lengan pendek yang dilapis oleh blazer lengan panjang dan memakai jins panjang. Sepatunya adalah sneakers yang dibelikan Kala tahun baru lalu. "Gimana t...

Dear Diary: Blog

 Pertama kali aku membuat blog adalah sekitar Maret 2021, tapi aku baru mulai menulis blog di Blogspot di akhir tahun 2022. Sebelumnya aku cukup aktif menulis di Wattpad, bahkan bisa menyelesaikan tiga tulisan (novel, antologi puisi, dan kumpulan cerpen). Sampai akhirnya aku pindah ke blog. Setelah lama menulis hampir 2 tahun, aku baru saja mengajukan monetisasi blog, kemarin. Alasannya adalah sebab pada awalnya aku hanya ingin sekadar menulis. Belum terpikir ke arah sana. Pernah aku memikirkannya setahun lalu, tapi aku tidak melakukannya. Bingung perihal transfer uang. Aku bukan pengguna uang digital. Tidak pernah belanja online. Rekening pribadi pun tidak punya. Jadi aku baru mau memulainya kemarin.  Membuat blog tanpa pengetahuan menulis. Disebutkan dapat dibuat dengan menggunakan AI, chatGPT. Atau dengan melakukan salin koreksi, mengganti susunan kalimat agar terhindar dari plagiarisme. Itu pun dapat dibuat tanpa harus koreksi manual, bisa dengan alat di internet, AI lagi....

Bersama Selamanya

 Aku baru saja akan pulang ke rumah usai pentas seni kampus. Sendiri, tidak seperti biasanya. Orang yang biasa pergi bersamaku, tetiba saja enggan ikut saat aku mengajaknya tadi pagi. Pentas seni itu pun jadi tidak begitu menyenangkan. Kalau saja kemarin aku bisa menahan diri lebih lama lagi, mungkin sekarang kami masih jalan bareng. Sebelum benar sampai rumah, aku datang berkunjung ke rumah dia lebih dulu. Mencoba untuk bersikap biasa saja. Memang ini salahku, tidak seharusnya aku merusak persahabat ini hanya karena sebuah rasa cinta. Hal yang sudah diperingati olehnya agar salah satu dari kami tidak pernah jatuh cinta satu sama lain. Tapi aku malah tertangkap dan langsung hilang kendali atas tubuhku sendiri. Aku salah, aku kalah. Aku malah jatuh hati. Aku mengetuk pintu rumah itu. Aneh rasanya. Tidak biasanya aku bersikap sopan kepada rumah ini. Seringnya aku langsung masuk begitu saja tanpa permisi. Ketidaksopanan yang terwujud sebab kedekatan kami sedari kecil. Sudah aku anggap...

Blue-Wave

 Blue-Wave Sore menjelang malam. Dalam sebuah kafe pinggir jalan dekat taman, mengalun sebuah lagu. Dikumandangkan oleh seorang wanita cantik jelita di salah satu sudut kafe. Bersamaan dengan alunan gitar akustik ia berhasil menciptakan sebuah harmoni indah kala senja sedang tampil di panggung langit. Satu petikan gitar terakhir jadi tanda usainya pertunjukan indah nan mempesona itu. Selanjutnya terdengar gemuruh tepuk tangan dari para pengunjung kafe di sela mereka menyantap hidangan masing-masing atau sekadar minum kopi. Wanita itu tersenyum melihat wajah para pengunjung yang bersedia mendengar nyanyiannya. Sambil menunduk malu ia pun mengucapkan terima kasih untuk itu. Namanya Hana. Dialah pemilik suara indah itu. Adalah seorang penyanyi amatir yang kerap kali mendapat panggilan menyanyi di beberapa kafe. Bagi Hana, itu semua ia lakukan atas dasar kesenangan. Ia pun tidak pernah terpikirkan kalau seperti hari ini, dan hari-hari lain yang serupa akan ia alami, bernyanyi untuk ban...

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Perjuangan dan Penantian

 Restoran baru saja buka. Rangga sedang beristirahat sejenak usai bersiap-siap. Selagi menunggu pelanggan datang, Rangga mengambil ponselnya yang sama sekali belum ia buka lagi sedari semalam. Kemarin adalah akhir bulan, jadi Rangga sibuk membuat laporan keuangan bulanan untuk kemudian dilaporkan pada ibunya. Beruntung hasil laporannya baik. Ibu Rangga memujinya. Bahkan penghasilan restoran jauh meningkat dari bulan sebelumnya. Ada satu kebiasaan yang sering Rangga lakukan beberapa waktu terakhir dengan ponselnya. Meskipun Rangga pernah bercerita kepada para karyawan tentang kekasihnya di Inggris dan mereka menyarankan Rangga untuk lepas dan melupa, tapi tidak mudah bagi Rangga untuk melupakannya begitu saja. Rangga masih kerap mengirim pesan meskipun ia tau bahwa tidak akan mendapatkan balasan. Bahkan ia jadikan ruang obrolan itu seolah buku harian. Rangga akan mengirim pesan setiap kali ada hal menarik yang ia alami. Kali ini Rangga pun ingin melakukannya lagi, tapi ia dikejutkan...