Langsung ke konten utama

Kawah Wayang

 Sekali lagi aku sampai di bulan. Atau tempat yang kuanggap mirip bulan. Namanya Kawah Wayang. Tidak seperti kawah-kawah yang pernah kulihat di televisi atau di internet atau di buku-buku sekolah tentang alam atau buku-buku wisata alam.

Kawah Wayang tidak seperti Kawah Putih yang membentuk sebuah danau besar. Kawah Wayang kering kerontang. Hanya ada banyak bebatuan menuju tebing. Sebenarnya ada tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sana. Tumbuh-tumbuhan kecil dan hutan di sekelilingnya.



Kawah Wayang punya permukaan yang tidak rata. Aku seperti berada di area pertambangan yang banyak bebatuan. Batu-batunya berwarna hitam, tapi di sekeliling ada seperti pasir atau tanah berwarna putih (aku tidak tau pasti apa itu). Seperti berada di bulan. Atau seperti berada di tempat dalam anime petualangan.

Yang paling menarik perhatian adalah adanya belerang. Sebenarnya-benarnya belerang seperti yang terlihat di televisi. Berwarna kuning dan berbau menyengat, tapi di sana baunya tidak begitu menyengat. Aku masih bisa berkeliling bahkan tanpa masker atau pelindung wajah.

Belerang di sana memang benar belerang. Tapi bukan dalam bentuk bongkahan besar seperti batu-batu besar. Kecil. Kecil-kecil seperti kerikil. Bahkan lebih kecil lagi. Seperti pasir.

Kawah Wayang adalah tempat yang panas. Ditambah lagi matahari hari itu sedang bersinar terik. Jangan lupa bawa minum. Tempatnya pun cukup jauh dari tempat parkir, jadi perlu mendaki dengan jalur yang sudah disediakan pengelola.



Di sana juga ada kolam air panas. Air panas dengan campuran belerang. Bagus untuk kulit. (Kolamnya jauh dari kawah. Sangat jauh. Ada di bawah. Dapat ditemukan bahkan sebelum mendaki menuju kawahnya).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...