Langsung ke konten utama

Postingan

Dear Diary: Bukber dan Itikaf

Masjid Salman ITB, 25 Ramadhan 1446 H Aku bersorak lantang sampai terguling dan melompat-lompat: Hiperbola. Sebuah ajakan bukber hinggap di WhatsApp usai sekian tahun lamanya tanpa undangan. Tempat dan waktu? Belum pasti. Dadakan. Hari itu ajakan tiba, hari itu juga bukber dilakukan. Harus dadakan biar jadi, katanya. Ditambah ajakan itikaf juga. Untuk itu, satu tempat pun sudah ditetapkan. Sebab tidak disertai dengan adanya rencana, pada akhirnya aku pun berani mengambil keputusan sepihak. Di tempat yang sama, pukul 4 sore. Sebelum kemudian diralat setengah jam lebih lama. Rencana pertemuan pun sempurna dibuat: Masjid Salman ITB, pukul setengah 5. Yang namanya rencana tetaplah rencana. Aku hadir sedikit terlambat dari waktu yang sudah ditentukan, ternyata yang lain justru datang lebih lambat lagi daripada waktu kehadiranku. Ada terdapat daftar peserta bagi mereka yang ingin hadir, walau pada akhirnya bukber hanya dihadiri oleh 3 orang, sebelum kemudian datang satu lagi selepas Sholat M...

Dear Diary: Hari Terbaik

Seringkali banyak orang menganggap yang terbaik berarti paling bahagia. Umumnya memang begitu. Aku pun menganggapnya demikian. Tapi aku ingin mengatakan kalau hari Jum'at tanggal 7 Februari 2025 sebagai salah satu hari terbaik dalam hidupku. Di dalamnya tidak hanya memberikan kebahagiaan, melainkan banyak pembelajaran yang aku alami hanya dalam satu hari penuh. Aku mengawali hari dengan membawa penyesalan dari hari sebelumnya. Terbangun di jam 3 pagi, aku menyapamu dalam pesan. Sedikit mengejutkan sebab pesanku langsung dibalas tidak lama dari itu. Rupanya bukan hanya aku yang terbangun kala dini hari. Aku menjadikanmu sebagai teman cerita. Aku membagikan penyesalanku padamu dengan terbuka. Perihal hari kemarin. Penyesalan akibat dari adanya penundaan. Aku yang suka menunda-nunda, malam itu dihukum dengan kehilangan kesempatan yang bisa memberikan harapan besar. Aku menyesal sejadi-jadinya. Malam itu, aku tidak lagi kuasa menahan diri: aku menangis sejadi-jadinya. Aku mencurahkan i...

Review Buku: Getting To Yes

 Resensi buku non-fiksi: Getting To Yes Identitas Buku:  Getting To Yes: Trik Mencapai Kata Sepakat untuk Setiap Perbedaan Pendapat Oleh Roger Fisher, William Ury, dan Bruce Patton Penerjemah: Mila Hidajat Penerbit Gramedia Pustaka Utama Cetakan kelima (edisi ketiga): Maret 2020 Jumlah Halaman: 314 Pendahuluan: Secara umum, Getting To Yes menawarkan sebuah metode negosiasi yang dikenal sebagai Negosiasi Berprinsip. Seringkali perbedaan pendapat menjadikan dua pihak ingin saling mengalahkan satu sama lain, hanya berfokus pada apa yang mau dan tidak mau dilakukan oleh masing-masing pihak. Dengan Negosiasi Berprinsip perbedaan pendapat diharapkan dapat diselesaikan dengan kesepakatan yang menekankan pada keuntungan bersama bila memungkinkan, dan ketika kepentingan kedua pihak bertentangan, maka harus didasarkan pada standar yang adil dan terbebas dari keinginan masing-masing. Para penulis merupakan mereka yang tergabung dalam Harvard Negotiation Project sekaligus menjadi tempat d...

Kesetaraan Bukan Jawaban

 Aku paham kenapa banyak perempuan telanjur menuntut kesetaraan setelah apa yang dialami perempuan secara umum, baik belakangan ini atau sejak dulu-dulu: penyiksaan, kekerasan seksual, atau segala bentuk tindakan tidak terpuji lainnya. Para perempuan jadi enggan menerima kerendahan diri mereka. Berupaya menaikan derajat pribadi dengan harapan agar lebih dihargai lagi. Pada akhirnya, banyak bermunculan wanita karier, saling berlomba-lomba menempuh pendidikan setinggi-tingginya, bersikap angkuh dan tinggi hati semata-mata untuk mendapatkan perhatian. Dipandang hebat sebagai wanita terhormat. Tidak ada yang salah dengan semua sikap itu. Semuanya adalah bentuk pembelaan diri dari para perempuan untuk memperoleh kembali haknya sebagai manusia. Sayangnya, kesetaraan bukanlah sebuah jawaban. Semua ini terjadi sebab tidak adanya keadilan antarmanusia. Ketika satu orang merasa lebih superior dibanding yang lain. Padahal, era perbudakan sudah lama berakhir, tapi "konflik" antara laki-l...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...

Makhluk Hidup Berakal

 Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup berakal di Bumi. Sayangnya, akal mereka seringkali dipakai untuk memenuhi kepentingan pribadi dan menentang aturan yang tidak sejalan dengan jalan pikirannya--sekalipun aturan itu benar dan jalan pikirannya lah yang keliru. Manusia juga seringkali menentang aturan alam--khususnya belakangan ini. Aturan alam yang sudah berlaku lebih dari ribuan tahun lamanya, bisa dipandang buruk oleh beberapa manusia. Belum lagi, akal seringkali melibatkan perasaan sebagai objek adu dombanya. Ketimbang menentang, seharusnya akal bisa dipakai untuk mencari tau apa yang memang belum diketahui. Tentu ada alasan mengapa aturan alam bisa bertahan dan tetap berlaku selama ribuan tahun. Alasan itulah yang seharusnya dicari tau oleh akal. Sayangnya, akal seringkali disalahgunakan, menentang aturan alam untuk mendukung kepentingan pribadi. Yang paling menyeramkan adalah, ketika pola pikir yang keliru itu justru mengajak lebih banyak orang--yang berakal juga--untuk ...

Galang cinta 2

 Aku sedang tidak bersemangat. Dalam perjalanan menuju parkiran, sebuah suara memanggilku dengan amat ceria. Seorang perempuan berlari dengan lucunya ke arahku. Dia tampak menggemaskan. Perlahan senyuman merekah di wajah. "Galang!" Sinta berhenti tepat di depanku. "Ayo kita ke mall! Shopping-shopping!" Wajahnya tampak ceria sekali. Aku menghela napas sekali. Sebenarnya aku ingin sekali pergi. Apalagi melihat Sinta ceria seperti ini. Aku tidak mau membuatnya sedih. Ditambah suasana keruh di kelas tadi, melihat senyuman Sinta, itu sedikit membuat suasana jernih kembali. Tapi aku tidak bisa pergi. "Ke mall, ya?" Aku menimang-nimang. "Sepertinya aku tidak bisa pergi, Sinta." Aku menolak. Memang sudah sebaiknya begini. "Bagaimana kalau aku antar pulang aja?" Benar seperti dugaan. Sinta perlahan murung. Sejujurnya aku tidak mau melihat ini. "Kenapa?" katanya berseru pelan. "Hari ini, kemarin, dua hari lalu, seminggu lalu. Kamu ...

Perjuangan dan Penantian

 Restoran baru saja buka. Rangga sedang beristirahat sejenak usai bersiap-siap. Selagi menunggu pelanggan datang, Rangga mengambil ponselnya yang sama sekali belum ia buka lagi sedari semalam. Kemarin adalah akhir bulan, jadi Rangga sibuk membuat laporan keuangan bulanan untuk kemudian dilaporkan pada ibunya. Beruntung hasil laporannya baik. Ibu Rangga memujinya. Bahkan penghasilan restoran jauh meningkat dari bulan sebelumnya. Ada satu kebiasaan yang sering Rangga lakukan beberapa waktu terakhir dengan ponselnya. Meskipun Rangga pernah bercerita kepada para karyawan tentang kekasihnya di Inggris dan mereka menyarankan Rangga untuk lepas dan melupa, tapi tidak mudah bagi Rangga untuk melupakannya begitu saja. Rangga masih kerap mengirim pesan meskipun ia tau bahwa tidak akan mendapatkan balasan. Bahkan ia jadikan ruang obrolan itu seolah buku harian. Rangga akan mengirim pesan setiap kali ada hal menarik yang ia alami. Kali ini Rangga pun ingin melakukannya lagi, tapi ia dikejutkan...

Dear Diary: Hari Lahirnya Keberanian

 Sebuah pencapaian besar bagi seseorang ketika dirinya berhasil keluar dari zona nyamannya dan pergi bertualang menjadi dirinya yang lain--atau mungkin dirinya yang sebenarnya. Seseorang--orang yang aku cinta--pernah bilang padaku, kalau aku mau berubah, maka aku harus mampu keluar dari zona nyaman. Tapi aku tidak tau apa sebenarnya zona nyamanku itu, dan sewaktu aku bertanya, ia menjawab, "Kamu suka sekali menyendiri." Aku pun langsung membenarkan jawabannya. Aku adalah seorang penyendiri yang takut sendirian. Maksudnya adalah senang bepergian sendiri, tapi takut menemui orang sendirian. Minimal harus ada seorang teman, atau yang menemani. Tidak perlu ada dialog, atau banyak bercakap, itu malah melelahkan bagiku. Cukup jalan bersama, sama-sama menikmati perjalanan dengan caranya sendiri-sendiri. Kalaupun ada dialog, cukup sekadar celetukan sederhana. Ada bajaj! Awannya cantik! Tadi ada tikus menyebrang jalan! Itu adalah ketakutan terbesarku. Dan bersama rasa takut itu, aku j...

Aku adalah Seekor Burung Kecil yang Tumbuh Di Tengah Lautan

 Aku bagai seekor burung kecil yang tumbuh di tengah lautan, diasuh para ikan, dan diajar untuk berenang dan menyelam. Sampai satu waktu, aku dibiarkan untuk terbang. Melihat langit dan bermain dengan para awan dan burung-burung lain. Aku menyebutnya kebebasan. Seolah waktu bebasku telah habis--udara tercemar, pandangan terhalang, napas susah tak keruan, aku jadi terpaksa menyentuh air lagi. Berenang dengan para ikan dan menyelam di kedalaman. Sekian waktu aku mampu bertahan, lambat-laun aku merasa tidak nyaman. Aku pikir tempatku bukan di sini. Aku ingin bebas. Aku ingin terbang lagi menggapai langit. Tapi pikiranku yang lain mengatakan, aku adalah burung bodoh dan merugi sebab berusaha menghindari air, sedangkan air adalah sumber kehidupan. Aku pun jadi bimbang. Tidak bisakah aku memilih terbang namun tetap menyentuh air tanpa harus basah sepenuhnya? Semakin lama aku berenang, semakin besar pula peluangku untuk mati tenggelam. Tidak ada yang tau bagaimana aku susah payah kembali ...

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Perjuangan dan Penantian

 Restoran baru saja buka. Rangga sedang beristirahat sejenak usai bersiap-siap. Selagi menunggu pelanggan datang, Rangga mengambil ponselnya yang sama sekali belum ia buka lagi sedari semalam. Kemarin adalah akhir bulan, jadi Rangga sibuk membuat laporan keuangan bulanan untuk kemudian dilaporkan pada ibunya. Beruntung hasil laporannya baik. Ibu Rangga memujinya. Bahkan penghasilan restoran jauh meningkat dari bulan sebelumnya. Ada satu kebiasaan yang sering Rangga lakukan beberapa waktu terakhir dengan ponselnya. Meskipun Rangga pernah bercerita kepada para karyawan tentang kekasihnya di Inggris dan mereka menyarankan Rangga untuk lepas dan melupa, tapi tidak mudah bagi Rangga untuk melupakannya begitu saja. Rangga masih kerap mengirim pesan meskipun ia tau bahwa tidak akan mendapatkan balasan. Bahkan ia jadikan ruang obrolan itu seolah buku harian. Rangga akan mengirim pesan setiap kali ada hal menarik yang ia alami. Kali ini Rangga pun ingin melakukannya lagi, tapi ia dikejutkan...