Langsung ke konten utama

Kekuatan Give Away

 Aku adalah seorang pendiam. Selama pergi kuliah jarang sekali aku terlibat dalam dialog umum. Bukan berarti tidak ada sama sekali, tapi memang lebih banyak memilih untuk sendiri dan membaca. Pada satu kesempatan, ada seorang teman juga membawa buku bacaan dan aku tertarik dengan buku itu. Aku pun mendapatkan kekuatan. Bangkit dari duduk, pindah di dekat bangkunya, dan membuka percakapan.

"Apa aku boleh meminjamnya?"

Sebenarnya aku merasa terjebak. Dia banyak sekali bicara tentang buku itu ketika aku sedang membaca. Aku pun hanya diam menyimak dan mendengarkan. Aku sama sekali tidak jengkel, malah aku senang pernah ada percakapan seperti itu dalam hidup. Obrolan itu pun perlahan jadi ruang diskusi.

Aku mendapatkan kesempatan membaca salah satu bab dari buku itu yang membuatku tertarik. Aku tidak bisa meminjamnya secara utuh sebab saat itu dia juga sedang membacanya.

"Aku tidak punya banyak kesempatan untuk membaca buku. Buku-buku yang aku punya di rumah kebanyakan aku beli dari bazar buku."

"Kalau dilihat secara kebendaan, membeli buku adalah sebuah kesia-siaan. Tapi buku bukan dibeli dari sebab bendanya, tapi isinya, tulisan di dalamnya."

"Aku setuju. Makanya aku cuma bisa sabar. Sepertinya aku hanya bisa membeli buku setahun sekali selepas lebaran."

"Padahal kamu bisa pinjam di perpustakaan atau ke teman."

"Membaca adalah hobi yang jarang diminati. Belum lagi perihal selera bacaan yang berbeda. Aku tidak mau pergi ke perpustakaan sendirian."

"Atau kamu ikut give away. Kalau kamu beruntung kamu bisa mendapatkan buku baru secara cuma-cuma. Beberapa di antaranya juga bisa bebas pilih."

Aku menghela napas. "Aku tidak pernah menang give away. Dulu aku pernah nyaris menang, menjawab kuis dan jawabanku benar. Tapi waktu itu aku jawab dengan sembarang jadi tidak memenuhi syarat."

"Coba terus aja."

Aku pun mengangguk.

Entah kenapa aku sama sekali tidak tertarik dengan yang namanya give away. Belum lagi perihal persyaratan yang rumit dan harus mengajak orang. Aku pun pernah ingin ikut. Sudah aku tulis rangkaian harapan untuk menang, tapi aku hapus lagi sebab salah tag orang.

Katanya aku harus coba lagi. Aku pun mencobanya sekali lagi. Persyaratannya tidak terlalu rumit. Aku pun menulisnya dengan iseng tanpa ada harapan apa pun. Aku juga menulisnya hanya untuk seru-seruan. 

"Aku pernah membaca buku punya teman. Tapi hanya bisa membacanya sekilas karena saat itu dia sedang membacanya. Apakah kekuatan 'give away' bisa membuatku untuk membacanya lagi? Good luck for me!" Ini apa yang aku tulis. Aku bahkan pernah menganggap menang give away adalah sebuah mitos.

Tapi cara kerja dunia itu lucu.

Beberapa hari setelah aku ikut serta, kabar baik itu datang. Aku menang. Kekuatan 'give away' itu nyata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...