Langsung ke konten utama

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample-nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu.

Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga.

Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah tau senang karena apa.

Hari itu adalah hari kelulusan. Rita bilang pada Rangga bahwa ia akan melanjutkan kuliah di universitas di kota. Wajahnya amat ceria kala itu. Rita selalu semangat ketika bercerita padanya. Karena Rangga adalah pendengar yang baik. Tapi wajah cerianya berangsur menghilang.

"Aku akan kuliah di luar negeri." kata Rangga. "Minggu depan aku akan berangkat ke Inggris."

Rita berubah jadi pendiam sepanjang hari itu. Bahkan di jalan pulang, tidak ada lagi cerita seperti biasa Rita lakukan. Rangga mengantarnya sampai rumah. Rita masih diam. Tanpa pamit atau sekadar ucapan terima kasih. Rita langsung masuk ke rumah begitu saja. Rangga pun sama diam. Tidak ada pertanyaan atau sekadar panggilan. Dia pulang pun masih dalam diam.

Satu minggu, tidak ada pertemuan. Bahkan dalam obrolan di ponsel. Hanya ada pesan Rangga yang dikirim di malam yang sama. Ia menanyakan keadaan Rita. Tapi tidak kunjung mendapat jawaban. Bahkan dibaca pun tidak. Rangga pun tidak ada mengirim pesan lagi selain itu. Keduanya sama-sama menunggu. Sampai di malam keenam, sebelum hari keberangkatan Rangga ke Inggris, Rita yang mengalah.

Bukan merupakan pesan balasan, melainkan sebuah permintaan. "Temui aku di taman kota sebelum kamu pergi ke bandara. Bawa satu barang kesayanganmu."

Rangga membacanya. Tapi tidak menjawabnya. Begitulah Rangga, payah dalam berdialog. Bahkan dengan seseorang yang menganggapnya kawan baik.

Meski begitu, Rangga memenuhi permintaan Rita. Dia datang ke taman kota. Sambil menarik satu koper besar, dia menemukan Rita sedang menunggu di bawah pohon besar. Rangga menyapanya. Sapaan biasa. Ucapan selamat pagi.

Rita hanya mengangguk sekali. "Kamu bawa apa yang aku minta, Rangga?"

Rangga tiba-tiba melepaskan gelang yang selalu melingkar di pergelangannya itu. Gelang yang tidak pernah ia lepas kecuali di kamar mandi. Gelang pemberian Rita sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu. "Ini benda kesayanganku." katanya sambil memberikan gelang itu pada Rita. "Memangnya untuk apa, Rita?"

Rita menerima gelang itu. Wajahnya memerah. Tanpa sadar air matanya menetes. Kemudian entah mendapatkan kekuatan dari mana, entah dari mana ada keberanian, Rita menjatuhkan diri ke pelukan Rangga. Ia memeluknya. Erat sekali. Seolah isyarat kalau ia tidak mau Rangga pergi. Rita menangis.

"Ri-rita?" Rangga terkejut bukan main. Tapi dia tidak berani melawan. Apalagi membalas pelukan Rita. Dia hanya berdiri mematung dan menunggu.

Rita tidak memeluknya lama-lama. Tidak bisa lama-lama. Ia pun segera melepaskan pelukannya. Sambil menghapus air matanya, Rita mengeluarkan dua buah kotak dari dalam tas yang ia bawa. Dimasukkannya gelang Rangga ke dalam salah satu kotak. Sedangkan kotak yang lain dibiarkan tetap tertutup.

"Benda kesayanganku ada di dalam sini." kata Rita. "Aku mau menjadikan ini kapsul waktu, Rangga."

"Kapsul waktu?"

"Aku akan menguburnya di sini. Tepat di tempat aku berdiri. Tidak akan ada yang membukanya sampai kamu kembali. Kapan kamu akan pulang?"

"Aku akan tinggal empat tahun di Inggris."

"Iya. Empat tahun. Kita akan membukanya lagi setelah empat tahun." Rita berusaha untuk tegar. "Kamu janji, ya, untuk menemuiku lagi di sini setelah empat tahun?"

Rangga tidak menjawab.

"Aku mencintaimu, Rangga." Sambil tersenyum lebar, Rita akhirnya berani mengungkapkan perasaannya.

Rangga masih tidak menjawab. Dia hanya diam. Itu keahliannya.

Senyum Rita bukan lagi senyum bahagia. Melainkan berubah jadi senyum getir yang dipaksakan. "Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang, Rangga. Aku tau ini tidak mudah buat kamu. Kamu payah sekali soal percintaan." Rita memaksakan diri untuk tertawa. "Tapi aku mau kamu menjawabnya setelah kamu kembali, ya? Bersamaan dengan kita membuka kapsul waktunya?"

Kali ini Rangga berhasil menganggukkan kepala. Hanya itu yang dia bisa sejauh ini.

Sekali lagi Rita memaksakan untuk tertawa. "Sudah, Rangga. Segeralah pergi. Jangan sampai ketinggalan pesawat."

Sekali lagi Rangga menganggukkan kepala. Kemudian beranjak pergi. "Selamat tinggal, Rita."

Namanya Rangga. Dia tidak bisa menjawab pernyataan cinta. Tapi dia berhasil mengucapkan selamat tinggal.


Rita sampai di taman kota. Napasnya tersengal. Pohon besar terletak tepat di tengah taman. Beruntung selama empat tahun berlalu tidak ada banyak perubahan di sini. Rita segera mencari tempat terakhir kali dia menguburkan kapsul waktunya.

Empat tahun adalah waktu yang bagi sebagian orang memang tidak terlalu lama. Tapi bagi Rita itu adalah waktu yang amat sangat lama sekali. Meski begitu, Rita masing ingat betul di mana tempat ia menguburkan kapsul waktunya empat tahun lalu. Lokasinya pun dapat dengan mudah ditemukan, tapi bukan sebab ingatan Rita yang kuat, melainkan ada bekas galian di sana.

Secepat kilat Rita segera menghampiri bekas galian itu. Selama ini tidak dapat yang tau soal kapsul waktu Rita. Ia bahkan selalu mengeceknya setiap minggu sebab khawatir akan ada yang mengacaukannya. Dan selama itu, semuanya baik-baik saja. Bahkan terakhir kali ia mengeceknya kemarin, pun masih sama baiknya. Tapi pagi ini, ada bekas galian di lokasi Rita mengubur kapsul waktunya. Tidak ada yang tau, kecuali Rangga.

Rita segera menggalinya. Dua kotak itu masih ada di sana. Masih utuh, hanya tampak lebih lusuh dan kotor. Ada secarik kertas menyembul dari dalam kotak milik Rangga. Rita pun dengan semangat membuka kotak itu. Apakah Rangga datang? Benar-benar datang? Rangga masih mengingatnya? Padahal selama ini Rita selalu dihantui rasa takut kalau Rangga akan lupa dan tidak pernah kembali. Tapi Rangga datang! Ada yang menggali kapsul waktunya! Tidak ada yang tau tentang kapsul waktu ini selain Rita dan Rangga! Rangga ingat, Rangga tidak lupa! Rangga tidak menemuinya mungkin sebab malu. Dia memang selalu seperti itu. Makanya dia meninggalkan pesan.

Rita pun membaca pesan dari Rangga dalam hati.

"Jangan menungguku lagi. Secara mengejutkan, seorang perempuan Inggris berhasil membuatku jatuh cinta."

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Perjuangan dan Penantian

 Restoran baru saja buka. Rangga sedang beristirahat sejenak usai bersiap-siap. Selagi menunggu pelanggan datang, Rangga mengambil ponselnya yang sama sekali belum ia buka lagi sedari semalam. Kemarin adalah akhir bulan, jadi Rangga sibuk membuat laporan keuangan bulanan untuk kemudian dilaporkan pada ibunya. Beruntung hasil laporannya baik. Ibu Rangga memujinya. Bahkan penghasilan restoran jauh meningkat dari bulan sebelumnya. Ada satu kebiasaan yang sering Rangga lakukan beberapa waktu terakhir dengan ponselnya. Meskipun Rangga pernah bercerita kepada para karyawan tentang kekasihnya di Inggris dan mereka menyarankan Rangga untuk lepas dan melupa, tapi tidak mudah bagi Rangga untuk melupakannya begitu saja. Rangga masih kerap mengirim pesan meskipun ia tau bahwa tidak akan mendapatkan balasan. Bahkan ia jadikan ruang obrolan itu seolah buku harian. Rangga akan mengirim pesan setiap kali ada hal menarik yang ia alami. Kali ini Rangga pun ingin melakukannya lagi, tapi ia dikejutkan...