Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2024

Aku Juga Ingin Dibanggakan

 Aku juga ingin dibanggakan. Seperti bangganya malam kepada bulan. Hujan kepada pelangi. Laut kepada para ikan. Angin kepada dedaunan. Aku ingin dibanggakan untuk hal yang aku suka. Bukan apa yang dipaksa. Bukan apa yang dilakukan tanpa rasa. Jangan pernah memaksa bulan untuk menjadi seperti matahari. Atau menjadi bintang lain yang bersinar terang tapi jauh dari jangkauan. Atau seperti lampu jalan yang sinarnya hanya sebentar. Atau perapian yang tidak pernah tegas dengan cahayanya. Atau meteor yang hanya lewat dan mati dengan cepat. Aku bangga kepada rembulan. Tetap menampilkan kecantikan walau tidak setiap waktu dengan penuh menampilkan terangnya. Aku juga bangga pada aurora. Indah berkibar di langit kutub dan teguh pendirian. Juga pada pelangi yang tetap ditunggu banyak orang walau datang jarang-jarang. Aku juga ingin dibanggakan.

Sebuah Usaha untuk Melepaskan

 Lanjutan dari "Kapsul Waktu." Rita kembali ceria. Seorang laki-laki berhasil membuatnya tersenyum lagi. Seorang laki-laki yang selalu sabar tiap kali Rita cerita, bahkan cerita soal Rangga. Tidak mudah untuk membuat Rita jatuh cinta. Apalagi ingatan soal Rangga yang masih seringkali hadir di kepala. Tapi laki-laki itu berhasil. Rita berhasil jatuh cinta lagi. Bahkan bulan lalu mereka baru saja melangsungkan janji suci setelah dua tahun saling mengenal. "Aku lapar, Mas. Makan, yuk?" kata Rita. Pria di samping Rita tidak langsung menjawab. Sambil tetap fokus menyetir, dia coba untuk melihat sekitar untuk tau posisi mereka sekarang. Pria itu pun mengangguk kemudian. "Ayo. Kebetulan juga aku pernah lewat daerah ini dan makan di salah satu restoran di sini. Makanannya benar-benar enak!" Tiga tahun sudah Rita ditinggal Rangga pergi, jadi tujuh tahun kalau ditambah waktu Rita menunggu jawaban Rangga, selama itu juga Rita tidak pernah bertemu Rangga lagi. Setelah...

Kekuatan Give Away

 Aku adalah seorang pendiam. Selama pergi kuliah jarang sekali aku terlibat dalam dialog umum. Bukan berarti tidak ada sama sekali, tapi memang lebih banyak memilih untuk sendiri dan membaca. Pada satu kesempatan, ada seorang teman juga membawa buku bacaan dan aku tertarik dengan buku itu. Aku pun mendapatkan kekuatan. Bangkit dari duduk, pindah di dekat bangkunya, dan membuka percakapan. "Apa aku boleh meminjamnya?" Sebenarnya aku merasa terjebak. Dia banyak sekali bicara tentang buku itu ketika aku sedang membaca. Aku pun hanya diam menyimak dan mendengarkan. Aku sama sekali tidak jengkel, malah aku senang pernah ada percakapan seperti itu dalam hidup. Obrolan itu pun perlahan jadi ruang diskusi. Aku mendapatkan kesempatan membaca salah satu bab dari buku itu yang membuatku tertarik. Aku tidak bisa meminjamnya secara utuh sebab saat itu dia juga sedang membacanya. "Aku tidak punya banyak kesempatan untuk membaca buku. Buku-buku yang aku punya di rumah kebanyakan aku be...

Aku dan Tulisan

 Berawal dari puisi dan curahan hati, aku jadi menjelajah lebih jauh dalam menuliskan cerita, bahkan beralih dengan lebih sering membuat imajinasi jadi lebih nyata dengan membaca. Menjadi penulis cerita fiksi bukanlah satu hal yang mudah. Apalagi hidup di tengah-tengah lingkungan yang asing dan tidak mau tau dan mengenal sendiri apa itu fiksi dan imajinasi. Mereka pikir semuanya pakai logika, padahal logika mereka sendiri tidak pernah sampai. "Cerita fiksi adalah sebuah kebohongan." Aku setuju dan tidak menolak. Bagiku selama tidak merugikan dan membawa ketenangan dan kedamaian, maka tidak apa-apa untuk membuat cerita bohong. Seperti halnya Ibu yang bilang tidak lapar saat anaknya makan. Atau seorang ayah yang bilang tidak lelah sewaktu diajak bermain oleh anak sepulang kerja. Mungkin juga seorang kakak yang mengaku salah untuk menutupi kesalahan adiknya agar tidak kena marah ayah-ibu. Aku tidak bilang ini baik, tapi bukan merupakan masalah besar. Lingkungan yang tidak menduk...

Aku mencintaimu

 Lanjutan dari cerpen "Buka Bekal Bersama". Itu adalah kali terakhir kami bertemu. Sudah lama sekali. Bahkan ketika Kayla meminta kami untuk bertemu lagi selepas lebaran, ada beberapa dari kami yang tidak bisa hadir sebab mudik ke kampung halaman. Setelah itu tidak ada lagi rencana pertemuan. Biarpun sudah lama, entah kenapa aku masih saja terpikirkan perkataan Sulaiman. Memang tidak setiap waktu, tapi ingatan itu terkadang tiba-tiba muncul di kepala. Perihal Kayla yang ingin makan masakanku lagi. Setiap kali aku ingat itu, jadi seperti ada perasaan senang. Dada pun berdegup lebih cepat. Aku jadi tersipu dan tiba-tiba saja merasa gugup. Setelah banyak pertimbangan, aku minta pada Kayla untuk bertemu. Libur semester seharusnya ajakanku itu tidak menjadikan ajakan yang mengganggu. Kayla pun langsung setuju. Bahkan ia semangat sekali dan tidak sabar untuk bertemu. Kami bertemu di mall dekat taman kota. Aku mengajaknya untuk makan siang bersama. Setelahnya, aku belum memikirkanny...

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Perjuangan dan Penantian

 Restoran baru saja buka. Rangga sedang beristirahat sejenak usai bersiap-siap. Selagi menunggu pelanggan datang, Rangga mengambil ponselnya yang sama sekali belum ia buka lagi sedari semalam. Kemarin adalah akhir bulan, jadi Rangga sibuk membuat laporan keuangan bulanan untuk kemudian dilaporkan pada ibunya. Beruntung hasil laporannya baik. Ibu Rangga memujinya. Bahkan penghasilan restoran jauh meningkat dari bulan sebelumnya. Ada satu kebiasaan yang sering Rangga lakukan beberapa waktu terakhir dengan ponselnya. Meskipun Rangga pernah bercerita kepada para karyawan tentang kekasihnya di Inggris dan mereka menyarankan Rangga untuk lepas dan melupa, tapi tidak mudah bagi Rangga untuk melupakannya begitu saja. Rangga masih kerap mengirim pesan meskipun ia tau bahwa tidak akan mendapatkan balasan. Bahkan ia jadikan ruang obrolan itu seolah buku harian. Rangga akan mengirim pesan setiap kali ada hal menarik yang ia alami. Kali ini Rangga pun ingin melakukannya lagi, tapi ia dikejutkan...