Langsung ke konten utama

Jadi Juara

 

Sebuah mobil melesat maju menyusuri lintasan balap. Meninggalkan mobil-mobil lain jauh di belakangnya. Mereka yang saling berlomba-lomba untuk merebut posisi terdepan. Memasuki putaran terakhir, Rio masih menjadi yang terdepan. Hingga terlihat garis finish sebagai tanda berakhirnya balapan, Rio pun semakin menancap gas melesat segera melewati garis itu.

"Gelar juara sudah di depan mata." kata Rio.

Akhirnya, Rio pun berhasil menjadi orang pertama yang melewati garis finish. Sorak-sorai penonton bertepuk tangan atas keberhasilan Rio. Gelar pertama baginya setelah tiga kali seri balapan berturut-turut menduduki posisi empat. Tidak butuh waktu lama, orang kedua, ketiga, dan seterusnya mulai berdatangan silih berganti. Flores, juara bertahan tiga seri sebelumnya yang kini harus puas menduduki satu kursi di belakang Rio, datang mendekati Rio guna memberi selamat.

"Selamat Rio. Pencapaian yang bagus." kata Flores memuji.

"Terimakasih, Flores. Kau juga hebat. Menjuarai tiga seri berturut-turut adalah pencapaian yang sangat luar biasa. Saya belajar banyak darimu." sahut Rio, balik memuji.

"Haha, yang lalu biar berlalu. Sekarang mari kita rayakan kemenanganmu, Rio Cakrawangsa."

Tanpa sadar, kedekatan dua juara itu mengundang decak kagum para penonton. Tepuk tangan riuh penonton menggema seisi sirkuit. Tapi, keriuhan itu tidak bertahan lama. Penonton serentak diam ketika sekelompok orang berpakaian serba hitam dan berbadan besar muncul di antara penonton lalu turun menuju lintasan dan menemui para pembalap. Di antara mereka tampak seorang pria dengan pakaian paling rapih dibanding yang lain, berjalan paling depan.

"Selamat, Rio Cakrawangsa!" serunya sambil bertepuk tangan.

Kedatangan sekelompok orang itu pun sontak membuat para penonton heran, terlebih penonton yang tadi duduk di sebelah mereka. Bukan hanya penonton, para pembalap juga.

"Terimakasih, Tuan." sahut Rio.

Tuan, begitu Rio menyebutnya. Bukan asal sebut, tapi dilihat dari penampilannya yang sangat rapih dan kedatangannya pun dibarengi beberapa orang berbadan besar di belakangnya. Tampak bahwa dia adalah seseorang yang memiliki nama besar.

"Siapa dia, Rio? Apa kamu mengenalnya?" tanya Flores berbisik.

"Mmm, tidak. Saya baru pertama kali melihatnya." jawab Rio.

Orang itu pun tersenyum setelah Rio menerima kedatangannya dengan baik. Setelah itu, ia pun beralih menatap pembalap lainnya yang sama-sama memusat-kan pandangannya ke satu titik, yaitu dirinya.

"Oh iya! Selamat juga untuk kalian semua. Masih banyak kesempatan untuk menjadi juara di seri-seri berikutnya, bukan? Saat ini, keberuntungan sedang berpihak ke Rio." serunya.

"Maaf, Tuan. Dalam sebuah kompetisi, tidak ada yang namanya keberuntungan. Rio murni juara karena kemampuannya. Dia memang pantas." bantah Flores cepat.

Orang itu terkekeh kecil. "Kau memang pembalap yang besar hati, Flores Abisatya. Tapi, memangnya kamu tidak pantas untuk kembali menjadi yang pertama?"

Flores dibuat bungkam oleh perkataan itu. Namun tidak lama, kekehan kecil kembali terdengar dari mulut orang itu.

"Hahaha... Saya bercanda. Rio memang pantas menerimanya. Dia pembalap yang hebat. Tapi, bukan berarti yang lain tidak bisa mendapatkannya, bukan?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: Getting To Yes

 Resensi buku non-fiksi: Getting To Yes Identitas Buku:  Getting To Yes: Trik Mencapai Kata Sepakat untuk Setiap Perbedaan Pendapat Oleh Roger Fisher, William Ury, dan Bruce Patton Penerjemah: Mila Hidajat Penerbit Gramedia Pustaka Utama Cetakan kelima (edisi ketiga): Maret 2020 Jumlah Halaman: 314 Pendahuluan: Secara umum, Getting To Yes menawarkan sebuah metode negosiasi yang dikenal sebagai Negosiasi Berprinsip. Seringkali perbedaan pendapat menjadikan dua pihak ingin saling mengalahkan satu sama lain, hanya berfokus pada apa yang mau dan tidak mau dilakukan oleh masing-masing pihak. Dengan Negosiasi Berprinsip perbedaan pendapat diharapkan dapat diselesaikan dengan kesepakatan yang menekankan pada keuntungan bersama bila memungkinkan, dan ketika kepentingan kedua pihak bertentangan, maka harus didasarkan pada standar yang adil dan terbebas dari keinginan masing-masing. Para penulis merupakan mereka yang tergabung dalam Harvard Negotiation Project sekaligus menjadi tempat d...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...