Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

Melampaui Identitas: Menelaah Ketimpangan sebagai Masalah Tindakan, Bukan Golongan Pendahuluan

 (Ditulis oleh ChatGPT usai melakukan diskusi panjang. Sebagai upaya untuk membagikan apa yang ada dalam kepala, sekaligus menyuarakan keresahan, dan aku tidak memiliki kapasitas untuk menuliskannya) Wacana mengenai ketimpangan sosial sering kali dipenuhi oleh narasi biner: kaya versus miskin, laki-laki versus perempuan, mayoritas versus minoritas, pejabat versus rakyat. Ketimpangan seakan-akan berubah menjadi medan laga antara dua kelompok identitas yang saling berseberangan. Padahal, melihat ketimpangan hanya melalui kacamata konflik antargolongan berisiko menyesatkan arah perjuangan itu sendiri. Dalam kenyataannya, ketimpangan bukan persoalan siapa melawan siapa, melainkan tentang apa yang dilakukan siapa terhadap siapa. Oleh karena itu, pendekatan yang mengandalkan dikotomi identitas justru kerap gagal mengidentifikasi pelaku sesungguhnya dari ketidakadilan struktural. Perbedaan, Ketimpangan, dan Keadilan  Ketimpangan sering kali disamakan dengan ketidaksetaraan. Namun pan...

Luka yang Tidak Didengar: Ketika Kesadaran Menjadi Beban

 (Ditulis oleh ChatGPT usai melakukan diskusi panjang. Sebagai upaya untuk membagikan apa yang ada dalam kepala, sekaligus menyuarakan keresahan, dan aku tidak memiliki kapasitas untuk menuliskannya) Pendahuluan Di era informasi yang melimpah, kesadaran sosial tumbuh begitu pesat. Masyarakat—terutama generasi muda dan kalangan mahasiswa—menjadi lebih peka terhadap isu-isu ketidakadilan, krisis iklim, pelanggaran HAM, dan segala bentuk penindasan struktural. Namun, di balik kesadaran yang tampak sebagai kemajuan intelektual dan moral ini, terdapat sisi lain yang jarang disorot: luka psikologis yang timbul dari rasa tidak berdaya. Bukan karena acuh, melainkan karena terlalu banyak yang ingin ditolong, terlalu banyak suara yang ingin dibela, tetapi kemampuan pribadi tak sebanding dengan luasnya persoalan dunia. Doktrin Tak Berwajah dan Luka yang Menyusup Diam-Diam Jika dulu doktrin datang dari otoritas formal—negara, agama, atau ideologi besar—kini doktrin menjelma dalam bentuk lain: ...

Ketika Pendewasaan Kehilangan Arah: Menelusuri Kembali Makna Kebebasan dan Tanggung Jawab Moral

 (Ditulis oleh ChatGPT usai melakukan diskusi panjang. Sebagai upaya untuk membagikan apa yang ada dalam kepala, sekaligus menyuarakan keresahan, dan aku tidak memiliki kapasitas untuk menuliskannya) Di zaman ketika ekspresi diri dirayakan sebagai puncak pencapaian pribadi, muncul satu ironi yang sulit diabaikan: semakin orang merasa bebas, semakin kabur batas yang memisahkan antara keberanian dan kelalaian, antara pembebasan dan pelarian. Salah satu contoh paling kasat mata dari fenomena ini adalah kebebasan dalam berpakaian yang sering dijustifikasi sebagai bentuk pendewasaan. Namun benarkah keberanian membuka diri di ruang publik adalah bentuk pendewasaan yang sejati? Atau justru sinyal bahwa kita telah kehilangan arah dalam memahami hakikat dewasa itu sendiri? Pendewasaan bukan sekadar soal kebebasan berekspresi, melainkan tentang kemampuan menanggung konsekuensi, menimbang nilai, dan mempertimbangkan keseimbangan antara diri dan lingkungan. Dalam konteks ini, rasa malu bukan s...

Ketika Malu Ditinggalkan: Menelaah Ulang Makna Pendewasaan dalam Budaya Ekspresi Diri

  (Ditulis oleh ChatGPT usai melakukan diskusi panjang. Sebagai upaya untuk membagikan apa yang ada dalam kepala, sekaligus menyuarakan keresahan, dan aku tidak memiliki kapasitas untuk menuliskannya) Abstrak: Artikel ini membahas fenomena pergeseran makna rasa malu dalam masyarakat kontemporer, serta bagaimana perubahan ini berdampak pada cara individu memaknai kedewasaan. Dengan membedakan antara malu sosial dan malu etis ( haya' ), tulisan ini mengkaji bagaimana ekspresi diri yang diklaim sebagai simbol kebebasan justru bisa menjadi bentuk pengabaian nilai-nilai moral. Melalui pendekatan reflektif dan filosofis, artikel ini bertujuan membangun kesadaran bahwa kedewasaan bukanlah fase untuk meninggalkan moralitas, melainkan proses menyadari dan menjaga nilai-nilai etis dalam kehidupan. Pendahuluan Di tengah arus deras modernitas dan budaya digital, ekspresi diri menjadi nilai yang diagungkan. Individu berlomba menunjukkan siapa dirinya secara terbuka, seringkali tanpa batas. Dal...

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...