Langsung ke konten utama

Sekarang Giliranku

"Akhirnya selesai juga." Aku rebahkan diriku di atas lantai sambil melemaskan otot dan persendian yang terasa pegal.

Tiga buah buku yang sudah terbungkus rapi dalam kertas kado yang sengaja kubalik agar warna putih di baliknya yang jadi sorotan. Ketiganya tertumpuk rapih di samping sebelah kanan badan.

Setelah segala pegal berangsur menghilang aku pun bangkit kembali dan kuambil ponsel di atas meja. Berselancar di media sosial untuk mencari tiga nama dan kemudian kukirim pesan pada mereka.

"Apa alamat rumahmu? Aku ingin mengirim paket." kataku pada mereka di masing-masing kolom pesannya setelah saling sapa dan bertukar kabar sebelumnya.

"Paket apa?"

"Kamu akan tau saat paketnya datang. Aku akan kirim hari ini pakai ojek online."

Tentu ketiganya tidak langsung membalas saat itu juga. Tapi ketika alamatnya sudah kudapat, paket buku yang sudah kubungkus rapi sedari pagi itu langsung aku luncurkan ke depan rumahnya diwakili tukang ojek online.

Isinya bukan hanya buku saja, tapi ada juga sepucuk surat dan selembar poster perihal acara peluncuran buku pertama. Aku hadiahkan buku pertamaku untuk mereka, tiga kawanku di tahun terakhir sekolah menengah pertama: Wildan, Muti, dan Wanda. Termasuk salah satu tahun terbaik dalam hidup. Sebagai kali pertama aku datang ke restoran mewah, makan makanan barat juga makanan jepang. Pertama kali juga aku menapakkan kaki di bioskop.

Aku ditraktir oleh mereka setiap kali salah satu dari kami berulang tahun. Wildan yang mengawali semuanya. Ia mengajakku makan makanan Barat di Burger King. Kemudian Muthi turut mengikuti. Ia mengenalkanku pada masakan Jepang di Hoka-Hoka Bento. Selanjutnya adalah Wanda yang membawaku untuk melihat layar lebar dan merasakan suasana menonton dengan suara menggelegar satu ruangan. Semua sudah dapat gilirannya, aku belum. Meskipun traktiran itu bukanlah hal wajib di antara kami berempat. Dan tidak pernah ada tagihan ketika ada yang berulang tahun, tapi ketiganya sengaja mengambil inisiatif tersebut. Kecuali aku yang masih belum mampu membelanjakan mereka.

Sebab itulah aku jadikan momen ini untuk melanjutkan tradisi itu. Mereka semuanya sama-sama membawaku merasakan pengalaman pertama. Begitu juga denganku. Aku juga akan membawakan pengalaman pertama bagi mereka dengan buku pertamaku. Meskipun sebetulnya aku juga ingin sekali mengajak mereka makan bersama lagi atau menonton film sebagai ajang reuni. Tapi semoga saja dengan buku pun sudah cukup untuk membayar lunas giliranku .

Bersama mereka aku bisa merasakan sebuah pertemanan yang hangat. Pertemanan tanpa adanya cinta antar anggota. Setidaknya begitulah yang kulihat. Yang ada ialah cinta untuk saling peduli sesama. Contohnya saja adalah saat Wanda jatuh sakit, kami bertiga datang menjenguk ke rumahnya. Bahkan kami terus di sana sampai hampir malam. Termasuk saat teman Wanda yang lain datang kami pun terus di sana.

Aku pun masih ingat saat kita mengerjakan tugas kelompok bersama. Tempatnya lagi-lagi di rumah Wanda. Bagaimanapun itu mengerjakan tugas kelompok hanya menjadi judulnya saja, sebab saling berbincang dan senda gurau adalah acara utamanya. Alhasil sampai hampir gelap pun tugasnya belum selesai. Jadilah dilanjut lain hari.

Tiiinn.. Tiinn..

Aku menyambut tukang ojek online di depan rumah. Kutitipkan bungkusan hadiah itu untuk mereka para kawan ajaib. Dengan adanya buku itu, dan acara peluncuran buku pertama, semoga saja kita bisa bertemu lagi di sana.

"Alamatnya sudah sesuai aplikasi, ya."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: Getting To Yes

 Resensi buku non-fiksi: Getting To Yes Identitas Buku:  Getting To Yes: Trik Mencapai Kata Sepakat untuk Setiap Perbedaan Pendapat Oleh Roger Fisher, William Ury, dan Bruce Patton Penerjemah: Mila Hidajat Penerbit Gramedia Pustaka Utama Cetakan kelima (edisi ketiga): Maret 2020 Jumlah Halaman: 314 Pendahuluan: Secara umum, Getting To Yes menawarkan sebuah metode negosiasi yang dikenal sebagai Negosiasi Berprinsip. Seringkali perbedaan pendapat menjadikan dua pihak ingin saling mengalahkan satu sama lain, hanya berfokus pada apa yang mau dan tidak mau dilakukan oleh masing-masing pihak. Dengan Negosiasi Berprinsip perbedaan pendapat diharapkan dapat diselesaikan dengan kesepakatan yang menekankan pada keuntungan bersama bila memungkinkan, dan ketika kepentingan kedua pihak bertentangan, maka harus didasarkan pada standar yang adil dan terbebas dari keinginan masing-masing. Para penulis merupakan mereka yang tergabung dalam Harvard Negotiation Project sekaligus menjadi tempat d...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...