Langsung ke konten utama

Manusia Paling Sialan


Seragam rapih, sepatu pun terpakai erat, siap untuk pergi ke sekolah. Perjalanan menuju sekolah memang cukup panjang. Perlu jalan kaki lebih dulu untuk ke tempat angkot, barulah setelah itu pergi dengan angkot untuk sampai ke sekolah.

Melalui jalan-jalan kecil, beberapa gang, dan banyak belokan, sampailah aku di depan jalan besar yang akan membawaku ke tempat angkot. Siap untuk menyebrang, aku fokus memerhatikan banyak kendaraan lalu lalang yang datang dari arah sebelah kananku.

Ternyata, bukan hanya aku yang ingin sampai di tepi jalan yang lain, tapi banyak orang. Ada ibu-ibu yang baru pulang belanja dari pasar, juga bapak-bapak yang tampak terburu-buru entah ingin pergi ke mana, dan beberapa anak sekolah sepertiku tentunya ingin pergi ke sekolahnya masing-masing. Di antara anak-anak sekolah itu, satu orang perempuan mungil menarik perhatianku.

"Sepertinya aku kenal dia. Mmmm.... Ah iya! Dia kan teman kelasku."

Ya, dia memang teman kelasku. Kelas baru di tahun ajaran baru. Aku baru saja naik kelas 8. Jadi, belum banyak teman kelas yang saling kenal. Aku memang mengenalnya, entah dengan dia.

Mobil-mobil tampak mulai memelankan lajunya, aku pun menyelinap di antara mobil-mobil yang mulai tidak bergerak sebab kemacetan hingga sampailah aku di tengah-tengah jalan. Perlu menyebrang satu kali lagi untuk sampai di tepi jalan yang lain. Aku pun kembali mengamati kendaraan yang lalu lalang di depanku, namun kini datang dari arah sebaliknya, kiri.

Setelah dirasa aman, aku pun bersiap untuk menyembarang. Baru saja sampai dilangkah ketiga, sebuah motor vespa berusaha memutar balik menuju ruas lain tanpa memerhatikan sekitar. Dampaknya, dia, teman kelasku itu, terserempet oleh motor itu. Aku yang kurang jelas melihat kejadian itu, tidak terlalu memikirkan. Lagian posisiku kini sudah maju tiga langkah dari garis aman, jadi tidak mungkin untuk kembali. Aku pun segera melanjutkan perjalanan dengan santai seakan tidak pernah ada kejadian apapun sebelumnya.

Di perjalanan, rupanya rasa bersalah mulai datang menyerah. Entah aku ini manusia atau bukan. Teman sedamg dalam musibah tapi tidak ada sedikit pun rasa peduli. Entah karma apa yang akan aku terima nanti. Yang pasti aku mulai tidak paham dengan diriku sendiri.

Hampir sampai di tempat angkot, dan sudah ada satu angkot di sana yang menungguku juga penumpang lain untuk di antar ke tempat tujuan. Segera aku mempercepat langkahku. Baru sampai di langkah pertama, sepertinya ada seseorang yang memanggilku. Yang tadinya ingin cepat-cepat, sekejap aku biarkan untuk terlambat.

"Hei!" panggilnya.

Seketika aku membatu setelah aku tahu siapa yang memanggilku tadi. Rupanya dia rela berjalan sejauh ini, melawan rasa sakit yang seharusnya tidak perlu ia lawan. Jalannya pun sedikit pincang. Aku pun mulai mengutuk diriku sendiri. Manusia macam apa aku ini. Membiarkan temannya jatuh lalu meninggalkannya sendirian sampai dia harus berjuang mengejarku setelahnya untuk melanjutkan perjalanan. "Apa karma harus datang secepat ini?" tanyaku dalam hati yang masih belum sadar diri.

"Kamu teman kelasku, kan? Tolong bilang ke wali kelas, ya... Aku izin." katanya.

Aku yang sudah tahu sumber masalahnya di mana, sangat tidak berguna bagiku jika bertanya kenapa. Alhasil, aku hanya mengangguk saja tanpa ada kata maaf sedikit pun keluar dari mulutku ini.

Setelah ia selesai menyampaikan pesan yang harus disampaikan, ia pun berbalik dan kembali pulang. Sangat menyedihkan. Seragam yang sudah ia kenakan hanya berakhir lusuh tanpa membawa hasil apa pun. Semangat belajar yang sudah ia bangun seketika runtuh, rata dengan tanah. Dan penyebab semua itu adalah AKU.

Entah di mana rasa empatiku. Entah di mana diriku yang sebenarnya berada, atau... diriku yang sebenarnya memang sudah disini, manusia paling sialan itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...