Langsung ke konten utama

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar.

Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai.

Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela pun sudah ditutup tirai. Hanya ada cahaya remang-remang dari rembulan yang memaksa masuk dari celah jendela dan tirai. Suasana sekitar benar-benar sunyi. Sekali lagi penyiar menyapa penggemar. Menyuruh kami semua untuk bersiap.

Cerita malam ini bercerita tentang Hantu Teke-teke.

Sebuah film horor Jepang--dengan judul yang sama--pernah mengangkat kisah di balik Hantu Teke-teke. Hantu ini digambarkan merangkak dengan kedua tangannya. Suara keretakan yang muncul dari rangkakannya terdengar seperti kata 'teke, teke'.

Aku mendengarkan keseluruhan cerita sambil menahan takut dan sedikit merinding. Juga bergidik ngeri ketika mendengar suara teke-teke yang diputar di radio. Apalagi aku mendengarkannya dengan menggunakan earphone. Suaranya jadi terdengar lebih nyata.

Sehabis cerita, penyiar kembali menyapa para pendengar. Aku sedikit melemaskan badan. Bersandar di sandaran kursi usai dibuat tegang sepanjang jalannya cerita. Baru saja merasa tenang, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara di antara suara penyiar yang terus berbicara di radio. Suara merayap. Suara merangkak. Suara teke-teke...?

Aku pun segera menegakkan badan. Ketika aku melepas earphone dari telinga, suara sayup-sayup itu kini terdengar lebih jelas. Aku melemparkan pandangan ke sana kemari. Memutar kepala ke sana-sini mencari sumber suara. Tapi semuanya gelap. Aku tidak bisa melihat dengan baik.

Lampu mati. Aku pun bangkit berdiri dan melangkah untuk menyalakan lampu. Meski sambil ketakutan aku tetap memberanikan untuk membawa cahaya. Setidaknya dengan adanya cahaya ketakutan perlahan akan sirna dengan sendirinya.

Tapi siapa sangka, membawa cahaya justru sebuah kesalahan besar. Kini aku bisa dengan jelas melihat sumber suara dari suara merayap itu. Sosok itu kini ada di atas meja belajarku. Sepertinya merayap dari bawah dan naik ke atas meja. Begitu aku melihatnya, sialnya kami malah beradu pandang.

Tubuhku bergidik. Merinding menjalar ke seluruh tubuh. Aku tidak bisa bergerak. Kakiku berat. Mulutku kaku. Aku tidak bisa berteriak. Aku ingin sekali menutup mata, tapi tidak akan ada yang tau apa yang akan terjadi setelahnya. Kemungkinannya ada dua: sosok itu pergi atau--yang paling tidak aku harapkan--dia datang mendekat dan menyerangku.

Aku menelan ludah. Tidak pernah terbayang olehku bahwa cerita horor yang kudengar di radio bisa kualami sendiri secara langsung. Sosok itu terus melihatku. Matanya menyala. Dua kemungkinan yang kubilang sebelumnya, sialnya malah terjadi kemungkinan yang kedua. Dia datang. Dia datang menyerang. Aku ingin lari. Aku mau berteriak. Tapi kaki masih berat. Mulut masih kaku. Beruntung kali ini aku bisa menutup mata.

Sayangnya kesialan belum selesai, di sana, di atas pundak, aku merasakan sentuhan. Ada yang menyentuhnya. Sosok itu, tangannya berhasil meraih pundakku. Ini sudah berlebihan. Tubuhku bergidik. Bergetar hebat. Aku benar-benar ketakutan. Dengan segala kekuatan aku berteriak kencang. Kaki yang berat juga aku paksakan untuk berlari. Kabur keluar dari kamar. Melarikan diri dari sosok menyeramkan itu.

Aku mendapati kakak lewat di depan kamarku. Segera aku pun meminta perlindungan. Sambil menahan takut. Sambil terus bergidik. Aku masih merinding. "Kakak tolong! Aku takut!" kataku dengan heboh.

"Eh, kenapa? Ada apa?"

"Itu! Ada itu! Seram!!!" kataku. Sekali lagi sambil bergidik. Seluruh bulu kudukku berdiri. Merinding.

"Ada apa, sih?"

"ADA KECOAK!!!"


Daftar Pustaka: https://www.merdeka.com/gaya/6-hantu-paling-ditakuti-dalam-film-horor-jepang-ini-ternyata-beneran-ada.html


Komentar

  1. Endingnya lebih ngeri dari cerita horror di podcast karena aku juga pernah ngalamin 😭 Narasinya udah bagus, kak 👍🏻

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...