Langsung ke konten utama

Dear Diary: Kepala Dua

 Benar kata banyak orang. Menjadi kepala dua bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya soal melanjutkan pendidikan, tapi juga munculnya kewajiban untuk bekerja, untuk membiayai hidup sendiri. Belum lagi kalau dibandingkan dengan kehidupan kepala dua di luar negeri, seperti Jepang, Korea, atau Negara-negara Barat.

Kembali bicara soal membiayai hidup. Aku sendiri belum mampu soal itu dan masih dibiayai oleh orang tua. Pada awalnya memang memalukan. Bukan hanya di mata orang-orang, tapi juga malu pada orang tua. Tapi sekarang aku berusaha untuk menerima. Karena sebenarnya hal itu tidak memalukan sama sekali. Apalagi kalau pembiayaan itu atas dasar keinginan orang tua itu sendiri. Seperti kata Bapak hari ini. Aku terlibat dalam masalah biaya kuliah. Tidak akan bisa mengikuti ujian kalau belum melunasi semua tanggungan. Saat itulah Bapak bilang soal tanggung jawab orang tua pada anaknya. Kalau ditanya apakah Bapak masih punya tanggung jawab dengan umurku yang sekarang, sama sekali tidak. Apakah aku berhak menerima semua pembiayaa itu, juga tidak sama sekali. Aku menganggap uang itu sebagai sedekah orang tua kepada anaknya.

Aku malu. Tapi kalau tidak begitu, aku tidak akan tenang dengan hidup. Aku akan tergesa-gesa dan hilang kepercayaan diri.

Aku sedang dalam proses menulis novel. Menulis novel bukanlah hal yang mudah. Berat dan memberatkan. Tidak mudah untuk menyelesaikan satu cerita utuh. Belum lagi peluang gagal di penerbit. Kalau bukan dalam naungan orang tua, mungkin aku sudah lama berhenti sebab hilang percaya diri dan takut gagal dan tidak tenang dalam hidup.

Aku ingin segera menyelesaikan ceritaku. Membawanya ke penerbit. Segera terbit dalam waktu dekat. Agar bisa segera membiayai hidup sendiri. Mencipta keluarga. Dan menjadi orang tua seperti Bapak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...