"Eko, ayo kita main bola!" "Ayo, Ki. Tapi sekarang aku yang tendang ya?" "Nggak, nggak, nggak. Kamu kiper aja. Aku yang tendang. Aku kan striker." "Tapi aku juga mau jadi striker, Ki. Nggak mau jadi kiper terus. Kiper selalu ditinggal di belakang sendirian. Nggak bisa cetak gol." "Kalau kita berdua yang tendang, siapa yang jaga gawang? Nggak seru dong, Ko. Udah, ayo main. Cepet sana jaga gawang." "Iya, iya." Selalu saja seperti itu. Eki tidak pernah mau mengalah. Sejak kecil, dia memang sudah bermimpi untuk menjadi striker yang hebat seperti idolanya, Cristiano Ronaldo. Sedangkan aku hanya bisa menahan tendangan-tendangan yang Eki berikan dan menjaga gawang agar tidak dibobolnya. Walau tidak jarang, tendangan Eki seringkali membuat lenganku pegal dan sakit, tapi dia tidak pernah peduli dengan kondisiku. Tapi, rasa sakit itu tidak seberapa dibanding dengan dampak yang kuterima setelahnya. Sebab kini, aku berada di tempat para i...
Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...