Langsung ke konten utama

Penantian Berharga

"Ray!" panggil seorang wanita kepada lelaki yang bernama Rayhan itu. "Kamu pergi? Kamu lupa janji kita?" tanya wanita itu lagi setelah berhasil mendekati Rayhan.

Tak ada jawaban dari lelaki itu. Berat baginya untuk menjawab pertanyaan dari wanita yang selalu ada baginya. Ia harus mengingkari janjinya karena sebuah pilihan. Pilihan yang sulit baginya untuk tidak dipilih.

Sekolah di luar negeri dengan beasiswa penuh adalah impian besar banyak orang. Sulit bagi orang itu untuk menolaknya, sekali pun ada sesuatu yang menahannya. Rayhan Samuel, penerima beasiswa penuh untuk kuliah di luar negeri pun demikian. Meski ada sesuatu yang menahannya, ia tetap menerima beasiswa itu. Impian besar banyak orang dan juga dirinya itu, tidak mungkin kesempatan itu dia buang begitu saja.

"Kamu janji, ka-kamu nggak akan ninggalin aku. Kita bakal sama-sama terus. Ta-tapi sekarang..." sebuah tangisan berhasil menembus pelupuk matanya. Ia tidak mau menangis di hadapan Rayhan. Namun, ia tidak mampu lagi menahan kesedihannya. Tetesan air mata mulai membasahi pipi manisnya.

Tidak ada jawaban dari Rayhan. Ia hanya diam dan kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan wanita itu yang masih terhanyut dalam kesedihannya.

"Rayyhaaaann...!"

Wanita itu terbangun dari tidurnya. Lagi-lagi, mimpi itu, kejadian itu, kembali menghantui pikirannya. Seketika, dia pun termenung dalam lamunan. Vita harus mampu menahan rindu yang begitu lama kepada seseorang di sana, orang yang dulu selalu bersamanya.

"Vita, ayo bangun, Nak. Kamu nggak kuliah?" panggil seorang wanita paruh baya dari luar dan kemudian masuk ke dalam kamar Vita. Panggilan itu membuat Vita tersadar dari lamunannya.

Vita langsung mengondisikan dirinya. "Aku kuliah siang, Bu." jawab Vita kepada wanita paruh baya yang tidak lain adalah Ibunya.

"Tadi, Ibu dengar kamu meneriaki nama Rayhan. Kamu kangen, ya?"

"Ih, Ibu. Lagian udah hampir 3 tahun dia nggak ada kabar. Katanya tiap libur semester bakal pulang ke sini, tapi sampai sekarang nggak pernah datang. Ya, kangen lah bu. Pake banget malah."

"Halah lebay. Sudah tunggu saja. Biarkan waktu yang berbicara."

"Ih, tumben bijak? Hahaha."

"Eh, sudah. Cepat kamu mandi dulu sana. Terus sarapan. Ibu sudah siapkan nasi gorang spesial buat kamu."

"Siap, bu bos."

Vita berlalu meninggalkan Ibunya menuju kamar mandi. Percakapan singkat dengan Ibunya pagi ini seakan memberi ketenangan pada dirinya. Biarkan waktu yang berbicara. Perkataan ibunya itu terus terngiang di kepalanya.

Usai mandi, Vita menuju meja makan untuk sarapan bersama kedua orang tuanya. Selama sarapan tidak ada percakapan diantara mereka. Keheningan pun terjadi. Setelah sekian lama, akhirnya ayah Vita membuka pembicaraan.

"Vit, gimana kuliahnya?" tanya ayahnya. 

"Ya begitu, Yah. Pusing, udah mau semester akhir." jawab Vita.

"Semester akhir? Cepet banget."

"Aku kan ngambil SP (Semester Pendek), Yah."

"Eh, iya gitu?" goda ayahnya.

Vita cemberut mendengar perkataan ayahnya tadi. Selama ini ia kuliah, ayahnya tidak tau menau. Ibu Vita yang melihat tingkah anak dan ayah ini hanya menggelengkan kepala dan tertawa kecil.

"Dahlah, Vita berangkat, Yah, Bu." pamit Vita dan kemudian bangkit dari duduknya.

"Eh, buru-buru banget, itu habiskan dulu makannya!" cegah Ibunya sembari menunjuk nasi goreng yang belum dihabiskannya.

"Nggak udah kenyang." kata Vita sinis dan langsung menaiki ojek online yang sebelumnya sudah ia pesan menuju kampus.

"Ngambek tuh pasti. Hahaha." kata ayah Vita melihat sikap anaknya yang sensitif.

....

Sesampainya di kampus, Vita langsung bertemu dan berkumpul dengan kedua temannya di kantin.

"Halo, gais!" sapa Vita.

"Eh, Vita. Hai!" sahut mereka bersamaan. Lalu bangkit dan meninggalkan Vita yang baru saja duduk di kursi kantin.

"Eh, mau kemana? Gue baru aja datang udah ditinggal." tanya Vita heran.

"Lo nggak liat grup, ya? Kelas hari ini jadi maju se-jam. Dosennya ada keperluan katanya. Jadi, kelas hari ini lebih awal." jawab Novi, salah seorang teman dekatnya.

"Udah ayo! Nanti telat, dihukum lo." jawab teman lainnya, Fira.

"Iya-iya! Baru datang juga. Udah ada kelas." keluh Vita. Pasalnya ia baru saja datang. Namun sudah ada kelas yang menunggunya.

Kelas hari ini tidak berjalan baik. Karena jam kuliah yang lebih awal, semangat belajarnya tiba - tiba saja menurun dan membuat ia tidak berkonsentrasi selama pelajaran berlangsung.

Usai pelajaran selesai ia berniat untuk mengajak teman-temannya jalan-jalan untuk melepas lelah.

"Gais, kita ke mall yuk!" ajak Vita kepada teman-temannya usai mereka keluar meninggalkan kelas dan menuju kantin.

"Aduh maaf, Vit. Gue udah ada janji sama Julio. Hehe..." jawab Novi.

"Gue juga, Vit. Nino ngajak gue jalan-jalan. Ini bentar lagi juga dia jemput." jawab Fira.

"Terus gue ditinggalin gitu?" tanya Vita tidak percaya dengan sikap kedua temannya yang tega meinggalkan dirinya di sini sendirian.

"Iyalah. Emangnya lo mau ikut?" tanya Fira.

"Ya, nggaklah. Ngapain juga gue ikut. Yang ada, gue malah dicuekkin nanti." jawab Vita dengan wajah cemberut.

"Makannya lo tuh cari cowok sana. Biar kalau kita lagi jalan lo juga ikut." saran Novi.

"Ga! Udah ada cowok yang lagi nunggu gue di luar negeri."kata Vita menyombongkan diri.

"Siapa? Rayhan? Temen kecil lo itu?" tanya Novi.

"Iyaa. Yang ganteng, baik, pinter. Perfect-lah pokoknya." kata Vita sembari membayangkan indahnya paras wajah Rayhan.

"Halah, halu aja lu!" sergah Fira.

Vita tersadar dari khayalannya ketika terdengar suara lelaki memanggil namanya. Ia menoleh ke arah asal suara itu. Begitu pun Fira dan Novi.

"Vita!" panggil lelaki itu.

"Gerald?" sahut Vita. Dalam hati, Vita bertanya-tanya, "Apalagi yang bakal orang ini lakuin?" 

Pasalnya, selama ini ia memang selalu di dekati oleh Gerald. Berbagai macam cara telah Gerald lakukan, namun selalu saja tidak mendapat respon positif dari Vita. Dan kali ini, ia ingin mencoba lagi untuk kesekian kalinya untuk mendapatkan tempat di hati Vita.

"Lo langsung pulang?" tanya Gerald.

"Nah, kebetulan lo di sini, Ger. Rencananya sih kita mau pada ke mall. Tapi gue sama Fira perginya sama cowok kita masing-masing. Ga mungkin kan kita ngajak Vita. Mungkin lo bisa temenin dia?" potong Novi sebelum Vita menjawab pertanyaan Gerald.

"Ih, Novi. Apasi!" keluh Vita.

"Boleh banget tuh. Kebetulan aku juga lagi nganggur nih." Gerald menjawab pertanyaan Novi dengan semangat. Dalam hati dia sangat bersemangat dan sangat senang luar biasa. Akhirnya ia bisa punya banyak waktu berdua dengan Vita. 

"Nah, Vit. Lu sama Gerald aja jalannya." kata Fira, ikut memberi saran.

Tidak lama, Julio dan Nino datang menghampiri mereka dan langsung mengajak Novi dan Fira pergi. Kini hanya menyisakan Vita dan Gerald. Suasana canggung menyelimuti di antara mereka berdua. Tidak seperti biasanya Gerald seperti ini. Kali ini ia tidak dapat berkata apapun. Walau biasanya ia sangat tidak tau malu bila dihadapan Vita.

"Ger." panggil Vita, membuka pembicaraan diantara mereka. "Ayo!"

"I-iya. Ayo kemana?" sahut Gerald heran. Ia terkejut mendengar ajakan dari Vita. Setelah ribuan usahanya untuk mengajak Vita jalan dan selalu gagal. Namun kini, justru ialah yang diajak oleh Vita.

"Apa Vita udah mulai membuka hatinya buat gue?" kata Gerald dalam hati sembari tersenyum malu.

"Ger, lo nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Vita yang melihat tingkah aneh lelaki dihadapannya yang sedang tersenyum tanpa sebab.

"Eeh, gue nggak kenapa-kenapa, kok." jawab Gerald berusaha mengatur kembali dirinya. "Kayaknya ini saat yang pas buat nembak Vita. Gue bawa dia ke taman aja deh." gumam Gerald dalam hati.

"Vit, kita ke taman aja yuk!" kata Gerald memberi saran.

"Hmm, pengen ke mall sih. Tapi... gatau juga mau ngapain di mall. Yaudah ayo, kita ke taman aja." jawab Vita dengan segala pertimbangannya.

Mendengar jawaban itu, Gerald langsung mengatur rencana upacara jadiannya dengan Vita. Sepanjang perjalanan menuju taman, ia menghubungi sahabat dekatnya.

"Halo, Juan." panggil Gerald melalui panggilan telepon.

"Ya, halo. Ada apa, Ger?" sahut Juan dari sebrang sana.

"Sekarang lo siapin upacara jadian gue sma Vita!" pinta Gerald.

"Hah?" Juan terkejut dengan perkataan Gerald barusan.

"Ini sekarang gue sama Vita lagi jalan mau ke taman. Siapin upcara yang sama kaya waktu itu ya!" pinta Gerald lagi.

Memang sebelumnya ia pernah merencanakan upacara ini. Namun, waktu itu usahanya gagal karena Vita yang tidak mau ia ajak ke taman. Dan kali ini adalah kesempatan baginya untuk menjalankan setiap rencana yang sudah ia rancang sejak dulu.

"SERIUSAN VITA MAU JALAN SAMA LO?" tanya Juan dengan suara sedikit meninggi. Ia tidak percaya, usaha sahabat dekatnya kali ini berhasil. Sebentar lagi Gerald akan jadian dengan wanita pujaannya.

"Heh, nggak usah teriak juga kali. Udah cepetan!" jawab Gerald sekaligus memerintah.

"Iya siap. Berangkaaaat!" kata Juan menyetujui. Dan langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Selama perjalanan menuju taman tidak ada percakapan diantara kedua orang ini. Gerald sibuk merencanakan upacara jadiannya. Sedangkan Vita, terus menelusuri jalanan dengan tatapan kosong. Pikirannya kini dipenuhi dengan kenangannya bersama Rayhan. Berjalan bersama menuju taman. Menghabiskan waktu bersama di senja hari.

"Vit!"

Panggilan itu menyadarkan Vita dari lamunannya. "Eh, i-iya Ray." kata Vita ngelantur karena bayangan Rayhan yang terus menghantui pikirannya. Sampai-sampai ia salah menyebutkan nama.

"Ray? Siapa dia?" tanya Gerald heran.

"Eh, maksud aku, Rald." jawab Vita mengelak.

"Rald? Biasanya juga manggilnya Ger." tanya Gerald tambah heran.

"Hmm, biar beda aja gitu." jawab Vita mengelak lagi.

Biar beda? Apa dia memang sudah membuka hatinya buat gue? Sampai-sampai dia manggil aku dengan panggilan 'spesial'? Seketika senyuman terukir di wajah Gerald.

"Oh gitu. Yaudah nggak apa, panggil Rald aja. Aku suka." kata Gerald dengan penuh senyuman.

"I-iya."

Vita tak menyangka dengan tanggapan Gerald barusan. Semua itu hanya alibinya saja agar Gerald tidak menanyakan lebih jauh tentang Rayhan. Namun ternyata, Gerald malah menanggapinya dengan senang hati. Hal itu, membuat Vita takut jika Gerald akan berharap lebih kepadanya. Selama ini ia memang selalu mengacuhkan setiap perilaku Gerald. Namun kini, ia seakan telah membuka pintu hatinya untu Gerald.

Mereka berdua akhirnya tiba di taman yang dituju. Mereka duduk di salah satu bangku taman yang ada di sana. Menikmati suasana taman yang menyejukan dan ditemani oleh seseorang yang ia cintai. Bagi Gerald, ini adalah suatu hal yang mungkin tidak akan ia alami lagi. Gerald masih menunggu Juan untuk memulai upacara jadiannya dengan Vita. Ia tak mau kesempatan ini terbuang begitu saja.

Sembari menunggu Juan datang, Gerald mengajak Vita untuk berkeliling taman dahulu. Setengah luas taman telah mereka kelilingi, tiba-tiba Juan datang dengan mengacungkan jempolnya tanda bahwa segala persiapan telah selesai. Melihat itu Gerald langsung mencari bangku terdekat dari posisi mereka sekarang. 

Tiba-tiba saja sebuah lagu melow menghiasi suasana taman sore ini. Juan berjalan mendekati bangku Gerald dan Vita. Memberikan setangkai bunga mawar kepada Gerald tanpa sepengetahuan Vita.

Vita yang sedari tadi hanya diam saja memandangi sekeliling taman, dan menikmati suasana taman yang menjernihkan pikirannya.

Gerald mulai memainkan perannya. Ia mengambil bunga yang tadi diberikan oleh Juan. Kemudian ia turun dari bangku memposisikan dirinya. Menatap lekat wajah cantik Vita sembari mengacungkan bunga mawar yang telah ia siapkan sebelumnya. Vita menatap heran sikap Gerald.

"Vit, gue udah lama nunggu kesempatan ini. Dan menurut gue ini adalah kesempatan yang sayang banget buat gue sia-siakan." Gerald menarik nafas dalam. "Lo mau nggak, jadi pacar gue?"

Suasana hening seketika, hanya alunan lagu melow yang menghiasi suasana saat ini. Vita diam sejenak memikirkan jawaban yang tidak menyakiti kedua pihak. Ketakutannya tadi ternyata terjadi juga. Kini, Gerald telah berharap banyak kepadanya. Namun saat ini, ia tidak bisa menerima Gerald secepat ini. Masih ada lelaki yang ia tunggu kehadirannya kembali.

"Gerald, thanks lo udah sering hadir dimanapun gue ada. Lo juga yang selalu ada buat gue kalau Novi dan Fira jalan sama cowoknya." Gerald terlihat begitu antusias dengan jawaban yang akan di lontarkan Vita.

"Tapi..." Vita menghela nafas sejenak. "Ada cowok yang udah lama banget gue tunggu buat kembali ke kehidupan gue."

Wajah Gerald seketika berubah muram. "Ma-maksud kamu?"

"Rayhan, temen kecil gue. Udah lama banget gue suka sama dia. Sekarang dia lagi kuliah di luar negeri. Dan gue bakal tungguin dia selama apapun itu. Sekali lagi, gue minta maaf ya, Rald."

Gerald kembali duduk di bangku. Menundukan kepalanya. Terhanyut dalam kesedihan.

"Gue bakal tetep panggil lo, Rald. Gue harap lo tetep mau deket sama gue. Gue bukan bermaksud mau nyakitin lo. Tapi, hati gue..."

"Iya, nggak apa, Vit. Gue ngerti. Makasih masih manggil gue Rald. Gue suka." potong Gerald sebelum Vita melanjutkan perkataannya.

"Iya, sama-sama. Gue balik duluan, ya?" pamit Vita dan bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Gerald. "Bye, Rald."

"Vit." 

Sebuah panggilan menghentikan langkahnya. Ia pun berpaling menuju sumber suara itu.

"Hati-hati." Gerald tersenyum di sela-sela kesedihannya.

Vita ikut tersenyum sembari mengacungkan jempolnya. Kemudian berlalu meninggalkan Gerald sedirian di taman itu ditemani oleh alunan lagu melow yang masih menghiasi suasana taman.

***

"Permisi." kata seorang lelaki sembari mengetuk pintu rumah Vita.

Ibu Vita keluar, membuka pintu dan terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat.

"Rayhan? Kamu apa kabar ?" tanya ibu Vita memastikan.

"Hahaha, iya bu baik. Ibu apa kabar?" jawab lelaki bernama Rayhan itu.

"Ibu juga baik, kamu kemana aja? Vita nungguin kamu terus loh."

"Iya, bu maaf. Ada sesuatu yang buat Ray gabisa pulang. Dan baru sekarang ini Ray bisa pulang. Ngomong-ngomong Vita mana, bu?"

"Ouh gitu. Yaudah sekarang kamu makan aja dulu, yuk! Vita masih di kampus. Mungkin sekarang dia lagi di jalan pulang."

"I-iya, bu. Maaf sudah merepotkan."

"Eh, kayak sama siapa aja. Udah ngga apa. Kamu pasti belum makan, kan?" Ibu Vita menarik tangan Rayhan agar segera menuju meja makan.

Saat Rayhan sedang menikmati makanan masakan ibu Vita. Tiba-tiba dari luar terdengar suara seorang wanita memanggil ibunya.

"Kayaknya itu Vita. Cepat kamu habiskan makanannya. Ibu ke depan dulu ya?" 

Rayhan membalasnya dengan anggukan kepala. Ia dengan cepat menghabiskan makannannya. Kemudian bergegas menyusul ibu Vita yang sudah jauh meninggalkannya.

"Sayang, udah pulang?" kata Ibu Vita kepada anak satu-satunya itu.

Tak ada jawaban dari Vita. Kejadian tadi masih saja memenuhi pikirannya

"Kamu pasti cape, kan? Makan dulu yuk" ajak Ibunya. Sini bareng adikmu. Namun Vita hanya pergi begitu saja meninggalkan ibunya menuju kamarnya.

"Vita ga laper, bu. Vita mau ke kamar aja."

Langkah Vita terhenti, ketika terdengar suara seorang lelaki yang tidak asing banginya memanggil namanya

"Vita!"

Vita diam sejenak dan bertanya dalam hati. "Rayhan?" Lalu ia membalikkan badannya dan benar saja, itu adalah Rayhan. Sontak Vita langsung berlari dengan menjatuhkan tasnya yang sedari tadi ia bawa dan memeluk erat sahabat kecilnya itu.

"Ray! Kamu kemana aja? Aku kangen tau." sungguh suatu kebahagian bagi dirinya. Seseorang yang ia tunggu selama ini, kini sedang ada dalam pelukannya.

Waktu telah berbicara, menanti tak sia-sia. Karena kau yang kini ada, sangatlah berharga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapsul Waktu

 Matahari belum sempurna terbit di timur, tapi seorang perempuan terlihat amat terburu-buru. Dengan Hoodie warna biru dan rok rample -nya Rita melangkah dengan cepat, bahkan nyaris berlari. Hari ini adalah hari yang spesial. Hari yang paling ditunggu oleh Rita. Tujuannya adalah taman kota. Tepatnya di dekat pohon besar. Di sana, di dalam tanah, Rita akan membuka kapsul waktu yang pernah ia tanam bersama seorang laki-laki yang ia cintai empat tahun lalu. Namanya Rangga. Dia adalah orang yang pemalu. Payah sekali dalam bergaul. Bahkan teman pun tidak punya. Sebaliknya, Rita adalah orang yang aktif. Gemar bergaul dan punya banyak teman. Tapi ia payah sekali kalau sudah bicara soal perasaan. Dan kelemahan utamanya adalah, dia mencintai Rangga. Empat tahun yang lalu adalah masa sekolah menengah. Keduanya berkawan baik. Rita memang mencintai Rangga, tapi ia tidak pernah berani untuk bilang. Jangan tanya bagaimana Rangga. Dia pendiam. Dia selalu senang dekat dengan Rita. Tapi tidak pernah...

Malam Sunyi

 Aku punya rutinitas Malam Jum'at. Adalah mendengarkan cerita horor di radio sebelum tidur. Maka Malam Jum'at kali ini pun sama, meskipun ada tugas sekolah yang harus aku selesaikan. Usai makan malam aku segera kembali ke kamar. Menyiapkan buku di meja belajar. Menyiapkan alat tulisnya juga. Tidak lupa menyalakan lampu belajar untuk mendapatkan penerangan. Barulah aku beranjak untuk mematikan lampu kamar. Radio sudah diputar dalam ponsel. Aku juga menggunakan earphone agar suaranya lebih jelas terdengar dan lebih mencekam. Penyiar mulai menyapa pendengar. Bersamaan dengan itu aku pun mulai mengerjakan tugasku. Selagi menunggu penyiar sibuk mengobrol sana-sini, aku juga sama sibuknya dengan isi kepala sendiri. Beruntung tugas kali ini tidak sulit, jadi bisa dengan mudah aku selesaikan. Tepat saat aku menutup buku, cerita seram pun dimulai. Lampu kamar sudah dimatikan. Lampu belajar juga segera padam seiring dengan selesainya tugas sekolah. Kamar sudah sepenuhnya gelap. Jendela ...

Taman Bunga

Hari ini akan ada petugas kesehatan dari puskesmas datang ke sekolah. Untuk melakukan penyuluhan seputar gizi, katanya. Sebagai guru pria, tenagaku dibutuhkan untuk segala kegiatan logistik. Menyiapkan panggung misalnya dari jauh-jauh hari. Saat hari yang ditetapkan akhirnya tiba, aku ditugaskan sekolah untuk menerima para perawat dari puskesmas di gerbang depan. Bersama seorang guru perempuan, aku sejenak bercakap dengan satpam di pos depan selagi menunggu tamu datang. Sebuah mobil minibus tampak bersiap untuk memasuki gerbang sekolah. Aku dibuat tertegun karenanya. Bulu kuduk serentak berdiri, merinding. Entah kenapa ada perasaan gugup. Degup jantung tiba-tiba saja berpacu lebih cepat dari biasanya. Semua perasaan itu seolah menjadi tanda kalau akan ada rindu yang terbalas sebentar lagi. Satpam bergegas menjalankan tugas. Membantu mobil yang baru datang untuk parkir dengan rapi. Aku pun bergegas menghampiri mobil itu untuk menyambut para penumpangnya. Satu per satu perawat turun dari...