Seorang pemuda tengah terbaring di bawah langit malam bertabur bintang di puncak Gunung Manglayang.
"Bintang mana yang harus aku gapai?" gumam pemuda itu.
Ia masih saja fokus menatap langit di depan tendanya. Sedangkan teman-teman kelasnnya sudah tertidur pulas di dalam tendanya masing-masing karena perjalanan jauh yang baru saja mereka lalui. Mendaki gunung sebagai refreshing sebelum menempuh ujian akhir nanti.
"Fatah?" panggil seorang gadis kepada pemuda yang bernama Fatah itu.
"Eh, Intan," sahut Fatah sambil mengatur posisi duduknya. "Kamu belum tidur?"
"Aku gabisa tidur. Aku iseng aja keluar, di dalam tenda gerah. Terus aku lihat masih ada orang, ternyata itu kamu." jawab Intan dan langsung duduk di samping Fatah.
"Ouh," sahut Fatah singkat.
"Kamu kenapa belum tidur?"
Tidak ada jawaban dari Fatah. Ia masih saja memandangi langit yang dipenuhi bintang itu.
"Fatah?" panggil Intan, karena Fatah tidak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Langitnya bagus ya?" akhirnya Fatah buka mulut. Tapi ia tidak menjawab pertanyaan Intan. Malah membahas hal lain.
"I-iya." jawab Intan heran.
"Di bawah indahnya langit malam," Fatah mulai melakukan kebiasaannya, yaitu berpuisi. "Banyak ribuan bintang bertaburan, namun tak ada satupun yang dapat kugapai, apa karena aku yang terlalu lalai?"
Awalnya Intan heran. Tetapi karena sudah terbiasa melihat Fatah yang tiba-tiba berpuisi, jadi ia menanggapinya antuisias.
"Bagus, Fatah! Tapi kenapa nih tiba-tiba? Ada masalah?" tanggapnya.
Memang, kalau Fatah sudah berpuisi pasti ia sedang ada masalah.
"Thanks, Intan. Gapapa, aku cuma bingung aja. Bentar lagi ujian akhir, tapi aku belum tau kedepannya mau ngambil jurusan apa. Sedangkan cita-cita aku aja belum jelas." sahut Fatah.
"Lah, ngapain bingung? Kamu tadi baru aja berpuisi, aku yakin kamu bakal jadi penyair hebat. Atau ga jadi penulis, kan satu aliran tuh!"
"Iyasih. Tapi kamu kan tau? Cita-cita aku awalnya ingin jadi arsitek. Terus aku juga ingin jadi guru," Fatah menghembuskan nafasnya kasar. "Cita-cita aku tuh tergantung kebiasaan aku. Waktu aku lagi suka menggambar, aku ingin jadi arsitek. Waktu aku lagi rajin belajar, aku ingin jadi guru. Sekarang, aku lagi suka nulis, buat puisi, mungkin aku juga ingin jadi penulis atau penyair."
"Hmmm, iya juga. Kamu sih kebanyakan bisanya"
"Intaan, bukannya bantu mikir malah makin pusing nih!"
"Hahaha, iya maaf. Kalau masalah ini, aku gabisa bantu banyak, Tah. Cita-cita kan masa depanmu, jadi itu gimana hati kamu."
"Hmm, iyadeh." Fatah tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam tendanya.
"Lah, kamu mau kemana, Tah?" tanya Intan heran.
"Tidurlah. Kan kita mau liat sunrice. Kalau kesiangan nanti kelewat sunrice-nya."
"Eh, iya-ya. Lupa, hehe." Intan tertunduk malu.
Ia bisa-bisanya lupa dengan hal sepenting itu. Padahal kedatangan ia dan teman-temannya mendaki gunung adalah untuk melihat sunrice. Fatah hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian masuk ke dalam tendanya, menutup pintu tenda dan dilanjut tidur.
Sama halnya dengan Fatah, Intan pun langsung menuju tendanya untuk tidur agar tidak telat dalam menikmati indahnya sunrice pagi nanti.
***
"Yo-yo, gais bangun!" ucap Arya yang merupakan ketua kelas, menggunakan megaphone agar teman-temannya dapat mendengarnya.
"Kita bakal buat api unggun dan nyanyi-nyanyi dulu sambil menunggu sunrice-nya muncul."
Satu persatu diantara mereka bangun dan mengampiri api unggun yang ternyata sudah dibuat oleh Arya. Arya berkeliling mengecek setiap tenda apakah penghuninya sudah keluar semua atau belum.
Arya datang ke tenda Fatah dan didapatnya Fatah yang masih tertidur di sana.
"Waduh, masih tidur aja nih anak!" Arya berdecak pinggang. "Bangun woy! Yang lain udah pada nunggu tuh."
"A-apa?" jawab Fatah yang masih belum sadar dari tidurnya.
Karena tak kunjung bangun, Arya pun menyiapkan segelas air dan membasahi telapak.
"Bangun woy!" ucap Arya lagi, sembari membasuhkan telapak tangannya yang basah ke wajah Fatah agar ia cepat sadar.
"Woy! Apa-apaan sih? Gausah gitu juga kali banguninnya. Iya-iya udah bangun, nih!" ucap Fatah kesal. Kemudian keluar dan langsung bergabung dengan yang lain.
Arya hanya menggeleng pelan dan menyusul Fatah.
"Wii, asik banget nyanyinya! Aku gabung ya?" pinta Fatah untuk gabung dengan teman lainnya.
"Baru bagun, Tah? Mimpi apa semalam? Nyenyak bener." celetuk Dimas saat Fatah duduk di sampingnya.
"Gadang dia semalem." seru Arya.
"Lah, apaan sih. Akutuh kecapean kemarin. Jadi tidurnya pules banget." sahut Fatah membela diri.
Intan yang tau cerita sebenarnya hanya terkekeh kecil melihat ekspresi Fatah yang sedang menampilkan kebohongannya.
Amel, salah satu teman dekat Intan, heran melihat Intan yang ketawa sendiri.
"Intan, kamu kenapa? Ketawa sendiri kayak orang gila, ih." tanya Amel.
"Gapapa, itu lucu aja liat Fatah." jawab Intan di sela-sela ketawannya.
"Fatah?" tanya Amel lagi memanstikan.
"Iya, Fat–" jawab Intan. Namun sadar, kalau ada yang salah dengan apa yang ia ucapkan. " Eh, engga-gapapa kok."
Ia mengontrol dirinya agar tidak terlihat sedang menutupi sesuatu. Hampiir aja keceplosan.
"Ayo gais! Ada yang mau request lagu? Nanti kita nyanyikan bareng-bareng." ucap Sandi, sang musisi kelas, sudah siap dengan gitar andalannya.
"Apa ajalah, yang penting enak di denger." celetuk Fatah dengan nada malas karena dirinya belum menyelesaikan tidurnya.
"Nyanyi ini aja," Arya nampak sedang memikirkan sesuatu.
"Ah, iya! Laskar pelangi aja!" ucapnya sembari menjentikan jari. "Kita kan bentar lagi ujian, nih, kan pas tuh sama lagunya."
"Tepat sekali," ucap Sandi setuju. "Ayo semuanya ikut nyanyi bareng ya!" ajak Sandi kepada teman-temannya.
"Satu, dua, tiga, ya..."
Suasana hangat menyelimuti mereka semua. Alunan musik gitar yang dimainkan oleh Sandi sangatlah merdu bagi yang mendengarkannya. Lantunan lagu Laskar Pelangi menggema di puncak Gunung Manglayang sembari menunggu munculnya sunrice.
Fatah sangat menikmati lagunya. Ia bernyanyi dengan mendalami makna yang terkandung dari lagu itu. Bagaimana kegigihan 'Laskar Pelangi' dalam mengejar cita-cita. Berbeda dengan dirinya, ia masih saja bingung bintang mana yang akan ia gapai untuk masa depannya. Seketika ia berhenti bernyanyi, memikirkan bagaimana masa depannya nanti.
Tanpa disadari, ternyata alunan lagu dan iringan merdu dari Sandi telah usai. Sedangkan Fatah, masih saja termenung dalam lamunannya.
"Asik banget gila!" seru Dimas.
"Iyalah, siapa dulu yang ngiringinnya?" Sandi menyombongkan diri.
"Iya-iya. Sandi sang musisi kelas. Ayo tepuk tangan semua!" seru Dimas sedikit meledek. Namun, Sandi malah bangga mendengarnya. Teman-teman lainnya pun meladeni perkataan Dimas dengan bertepuk tangan untuk Sandi.
"Sudah cukup, teman-teman. Tidak usah seperti itu. Terimakasih ya!" seru Sandi, membuat Dimas menekuk bibirnya.
"Iya, Sandi sama-sama. Ayok teman-teman kita ke pinggir tebing! Sepertinya sunrice-nya sudah muncul." ajak Arya dengan melihat langit yang tampak sudah sedikit terang.
Tanpa basa-basi semua anak-anak kelas langsung menuju tebing yang dimaksud untuk menikmati keindahan sunrice pagi ini.
"Eh, temen-temen ayo! Nanti kita ketinggalan sunrice-nya!" ajak Intan kepada teman-temannya.
"Iya, ayo!" jawab salah satu temannya dan langsung bangkit menuju tebing yang dimaksud. Disusul Intan dan teman-teman lainnya.
Namun, langkah Intan terhenti ketika ia melihat Fatah masih ada di posisinya.
"Eh, temen-temen. Kalian duluan aja ya! Aku mau ke tenda dulu. Ada yang ketinggalan." serunya, meminta izin.
Tentu Intan bukan menuju tendanya, itu hanya alibinya saja agar ia tidak digosipkan oleh teman-temannya tentang hubungan dirinya dengan Fatah.
"Fatah!" panggilnya. Lalu duduk di samping Fatah.
Fatah pun terkejut dan tersadar dari lamunannnya.
"Eh, Intan."
"Kamu gaikut liat sunrice, Fatah?"
"Oh udah muncul? Kamu ngapain masih di sini? Ayo!" Fatah bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan Intan.
"Fatah!" panggil Intan yang membuat langkah Fatih terhenti. "Kamu yang kenapa? Aku perhatikan pas nyanyi tadi kamu itu melamun terus. Ada apa?"
Fatah menatap Intan serius.
"Gapapa, ayo! Nanti kita ketinggalan poto kelasnya loh?"
Intan menghela nafasnya kasar. "Ini pasti masih soal bintang pilihanmu ya?"
Fatah menghentikan langkahnya. Terkejut dengan apa yang telah dikatakan Intan. Ia pun berbalik menatap Intan dengan serius. Lalu kembali duduk di samping Intan.
"I-iya, Intan." Fatah menundukkan kepalanya.
"Kalau menurut aku sih, kamu lebih baik jadi penulis." Intan mulai berpendapat.
"Kenapa?" tanya Fatah.
"Soalnya aku suka." jawab Intan dengan penuh senyuman.
"Suka?" tanya Fatah lagi, heran.
"I-iya. Emg salah ya?"
Fatah hanya terdiam. Mencoba mencerna perkataan Intan tadi.
"Lagian, Fatah. Apa salahnya sih jadi penulis? Kalau kamu jadi penulis kamu kan bisa bermanfaat buat banyak orang. Kamu kan pernah bilang ke aku."
"Iya, Intan."
"Aku tahu, sebenernya kamu tuh orangnya punya banyak cerita. Tapi kamu gatau harus cerita ke siapa. Yaudah kamu ceritain aja lewat tulisan. Termasuk hari ini, kamu ceritain deh semuanya."
"Iya, Intan." Fatah mengangkat kepalanya. Lalu memalingkan wajahnya menatap Intan. "Terimakasih ya! Setelah aku pikir-pikir, selama ini aku juga lebih sering nulis dibanding melakukan kebiasaan aku yang lain. Skill gambar aku udah ngga sejago dulu. Terus tiap kali belajar, aku suka tiba-tiba pusing. Tapi, pas aku lagi nulis aku malah ngerasa kalau semuanya tuh lega."
"Iya, Fatah. Semangat ya! Jangan bingung lagi. Aku yakin kamu bakal jadi penulis hebat. Aku siap buat jadi pembaca pertama semua karya-karyamu." ucap Intan penuh semangat.
"Sekali lagi, terimakasih ya, Intan." ucap Fatah tidak kalah semangat.
"Iyaa, Fataah."
"Ngomong-ngomong, cita-cita kamu apa, Intan?"
"Hmmm, aku juga awalnya bingung sama kayak kamu. Cita-cita aku juga ganti-ganti. Tapi sekarang aku sudah yakin, aku suka banget sama foto-fota jadi aku pengen jadi Fotografer!"
"Waaa, kamu hebat Intan! Kalau aku lihat foto-foto kamu mah ga kalah sama foto-foto hasil fotografer profesional."
"Apasih, Fatah. Gausah berlebihan."
Intan terdiam seketika.
"Ada apa Intan?"
"Fatah! Kita kan mau foto kelas!"
"Eh, iya lupa. Yaudah ayo!" Fatah bangkit lalu jalan terlebih dahulu meninggalkan Intan.
"Fatah, sebentar aku ke tenda dulu. Kameranya ketinggalan."
"Aduh. Yaudah cepet jangan lama-lama. Temen-temen udah nungguin tuh."
"Iya, sebentar kok." Intan bangkit dari duduknya lalu menuju ke tendanya untuk mengambil kamera miliknya.
Tidak lama Intan datang. Lalu mereka berdua dengan segera pergi menuju tebing untuk berkumpul bersama teman-teman lainnya.
...
"Temen-temen! Kita poto bareng dulu yuk! Semuanya." ajak Arya. "Selagi sunrice-nya masih ada."
"Nah iya bener." seru Dimas setuju. "Ini mana kameranya? Kemarin siapa yang ditugaskan bawa kamera?"
"Intan, Mas." jawab Arya, setelah ia melihat daftar tugas barang bawaan.
"Sekarang Intannya mana?" Dimas melihat-lihat sekitar mencari keberadaan Intan.
"Heh, Amel! Intan mana?" tanya Dimas kepada Amel, teman dekatnya Intan, karena ia tidak melihat Intan dari tadi.
"Eh, iya Mas. Tadi dia ke tenda dulu. Katanya ada yang ketinggalan."
"Oh, kamera kayaknya. Tadi kan pas nyanyi dia gabawa kamera." sahut Arya.
"Iya, kali." sahut Dimas.
Tidak lama Intan datang dengan membawa kameranya.
"Nah, ini-ni! Intan mana sini kameranya." ucap Dimas sembari mengambil kamera dari tangan Intan dengan paksa.
"Iya, santai dong!" keluh Intan.
"Kamu dari mana aja sih, Intan? Lama banget ngambil kamera doang." tanya Amel.
"Ga kemana-mana kok. Udah ayo kita cari posisi. Itu Arya udah kasih instruksi." jawab Intan lalu segera mencari posisi dekat Fatah.
"Ayo, temen-temen! Segera ambil posisi buat foto kelas. Laki-laki semuanya di depan ya..." seru Arya.
"Siaapp, komandan." sahut teman-temannya bersamaan.
"Arya, ini kameranya." ucap Dimas memberikan kamera Intan ke tangan Arya.
"Iya, terimakasih Dimas. Sana kamu cepat ambil posisi. Sisakan juga tempat buatku." sahut Arya sembari menerima kamera yang dari tangan Dimas.
"Siap!"
Dimas dengan segera langsung berkumpul dengan teman-teman lainnya.
Arya menyiapkan kameranya. Mencari posisi yang pas agar hasil foto yang didapat bisa bagus.
"Sudah siap semuanya?" tanya Arya.
"Sudah!" jawab teman-teman lainnya serempak.
"Formal dulu ya! Siap semua." ucap arya sembari mengatur timer kamera agar ia juga masuk kedalam foto.
Jepret...
Foto pertama selesai. Arya kembali menuju kamera. Memeriksa hasil foto tadi sebelum menuju foto kedua.
Arya mengacungkan jempolnya, tanda bahwa hasil fotonya bagus.
"Lanjut ya! Sekarang semuanya teriakan cita-cita kalian sekencang mungkin. Semoga semua apa yang kita cita-citakan dapat terwujud ya..."
"Amiiiin..."
"Siap semua!" Arya kembali mengatur timer kamera, lalu segera menuju posisinya tadi.
"Satu, dua, tiga..." teriak Arya memberi aba-aba. "PENGUSAHA!"
"AKTOR!" teriak Dimas.
"MUSISI!" teriak Sandi.
"MODEL!" teriak Amel.
"FOTOGRAFER!" teriak Intan.
"PENULIS!" teriak Fatah.
Komentar
Posting Komentar