Rico, Apa yang sedang kamu lakukan di sini?
———
"Bang? Sudah belum? Cepat! Nanti keburu ketahuan! Bang!" tanya Rian, yang kini mulai jengkel karena ulah Rico yang begitu lama dalam memecahkan kode brangkas itu.
"Ada apa sama Bang Rico? Kok tumben lama sekali membuka brankasnya?" Rafi pun ikut heran karenanya.
"Iya, nih. Kira-kira ada apa, ya? Apakah dia tertidur?"
"Ah, entahlah. Sudah tunggu saja."
Rian dan Rafi kini hanya berdiam diri menunggu Rico yang masih saja termenung di depan brankas itu. Rico memang dikenal ahli dalam memecahkan kode-kode angka. Namun, keahliannya itu ia gunakan untuk merampok bank.
Keahliannya itu dapat ia miliki karena dulu terjadi suatu kecelakaan pesawat kepada dirinya. Sehingga, ia mengalami gegar otak ringan yang menyebabkan ia jadi ahli dalam hal angka dan ia pun mengalami psikokinesis, yaitu kemampuan memanipulasi sebuah objek fisik hanya dengan pikiran semata-mata. Sebuah objek, bisa berupa benda, tubuh maupun pikiran yang dimanipulasi.
Dan kini, Rico dan kawan-kawannya sedang berada di salah satu bank terkenal di kotanya. Memecahkan kode-kode tiap brankas yang ada di sana. Dan tak butuh waktu lama bagi Rico untuk memecahkan kode-kode tersebut. Namun hari ini, berbeda dari biasanya Rico sedikit lebih lama dalam memecahkan kode tersebut. Entah apa yang terjadi pada Rico, kini ia hanya berdiam diri di depan brankas itu cukup lama. Hal itu membuat Rian dan Rafi pun cemas, karena takut usahanya kali ini gagal. Dan tiba-tiba saja Rico teriak, sontak membuat mereka berdua terkejut dan panik.
"Pergi!"
"Bang! Ada apa? Kenapa Abang teriak? Nanti kalau ketahuan bagaimana?" kata Rian, sedikit panik.
"Eh, iya maaf. Sudahlah ayo kita keluar, takut penjaga banknya datang ke sini karena teriakanku tadi," kata Rico. Sembari memecahkan kode barankas itu dan mengajak dua kawannya itu segera keluar dari tempat ini. Dan tiba-tiba...
Krriiing...
Alarm keamanan tiba-tiba saja berbunyi. Sepertinya petugas bank mendengar teriakan Rico tadi. Sontak saja hal tersebut membuat mereka terkejut panik dan bergegas untuk keluar dari bank itu. Namun terlambat, tepat di depan pintu keluar telah berdiri tiga orang petugas bank dan beberapa anggota polisi. Di sinilah keahlian psikokinesis Rico ditampilkan. Hanya dengan mengatur pikirannya, seketika brankas-brankas yang ada di belakangnya melayang dan langsung menghantam para petugas bank serta para anggota polisi yang ada. Mereka pun segera melarikan diri dari para petugas itu dan langsung menuju markas mereka. Markas mereka merupakan tempat mereka kos dan tinggal sebagai warga pada umumnya. Sesampainya di markas, Rian dan Rafi kembali menanyakan hal yang sama saat di bank tadi kepada Rico.
"Bang Rico! Ada apa? Kenapa tadi kau lama sekali membuka brankas itu?" tanya Rian.
"Iya, ada apa, Bang? Apa terjadi sesuatu saat kau mencoba memecahkan kode brankas itu?" Rafi pun ikut bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
"Oh, itu. Maafkan aku. Ada sesuatu yang terjadi saat aku mencoba memecahkan kode itu. Kau tahu, kan? Kalau aku bisa memanipulasi pikiran orang lain?" jelas Rico.
"Iya benar, Bang. Itulah keahlianmu. Memangnya ada apa?"
"Ada yang aneh. Kalau biasanya aku yang masuk ke dalam pikiran orang-orang, tetapi tadi justru ada orang lain yang masuk ke dalam pikiranku!"
"Apa?! Yang benar saja?" Rian terkejut mendengar cerita Rico.
"Tidak mungkin! Siapa dia, Bang?" Rafi pun ikut tidak percaya dengan cerita Rico.
"Aku juga belum tau. Masih samar-samar dalam pikiranku. Dan sekarang, aku pun tidak bisa masuk ke dalam pikirannya karena aku tidak tau siapa dia dan dimana dia berada sekarang."
"Siapa dia? Kenapa bisa masuk ke dalam pikiranmu, Bang? Apa dia kenal denganmu?" tanya Rian yang masih penasaran dengan cerita Rico.
"Entah, sudahlah. Aku ingin istirahat saja."
Rico tidak mau ambil pusing dengan apa yang telah ia alami hari ini. Ia lebih memilih untuk beristirahat di kamarnya. Rian dan Rafi nampaknya sedang berdikusi di luar kamar Rico. Mereka berdiskusi perihal cerita Rico tadi.
"Rafi, kira-kira apa yang telah terjadi kepada bang Rico?" tanya Rian memulai diskusi.
"Entahlah, akupun belum tau. Tapi Rian, kau tahu, kan? Selama ini bang Rico hanya bisa masuk ke dalam pikiran orang-orang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari dia?"
"Iya benar! Jadi menurutmu, kalau orang yang masuk ke dalam pikiran bang Rico adalah orang yang dekat dengan bang Rico?"
"Yap! Tapi, di sini aku juga masih bingung. Kata 'orang terdekat' itu, bisa berarti orang yang jaraknya memang dekat dengan kita tapi juga berarti orang yang memiliki hubungan darah dengan kita." jelas Rafi.
"Hmm, dari apa yang telah kamu jelaskan tadi dan dari cerita bang Rico, sepertinya aku pernah mendengar hal seperti ini. Coba aku cari di internet dulu." Rian langsung mengambil handphone-nya dan langsung mencari apa yang dia maksud.
Telepati adalah kemampuan untuk berkomunikasi atau saling menukarkan informasi dengan orang lain tanpa menggunakan indra. Telepati biasanya terjadi antara dua orang atau lebih yang memiliki hubungan dekat (misalnya antara suami dan istri atau ibu dan anak), serta dalam situasi berbahaya.
"Jadi, kamu kira itu adalah telepati?" tanya Rian.
"Sepertinya. Tapi nanti coba kita tanyakan kepada bang Rico tentang keluarganya dulu. Selama ini ia tidak pernah membicarakan keluarganya kepada kita, kan?"
"Iya, baiklah."
Rasa penasaran mereka berdua jadi bertambah. Setelah mereka menemukan titik terang dari hasil diskusi mereka. Kini, mereka hanya bisa menunggu sampai esok hari untuk memastikan dugaan mereka.
***
Matahari masih belum terlihat. Suara jangkrik masih menghiasi suasana pagi ini. Namun, Rico sudah bangun dari tidurnya, me-refresh-kan pikirannya untuk aksinya hari ini. Bersantai di sofa sembari menonton siaran televisi, menanti sang mentari terbit dan memulai aktivitasnya.
———
Rico, apa kabarmu?
"Siapa kau? Apa urusanmu?"
Rico...
———
Rico tiba-tiba saja memegangi kepalanya. Nyeri akibat pikirannya yang kini sedang kalut. Ia berusaha untuk menghindari orang itu. Namun, tetap saja ia tidak mampu melawannya dan kini malah membuat kepalanya sakit. Rian dan Rafi ternyata sudah bangun dan mereka pun langsung menghampiri Rico yang kini sedang memegangi kepalanya.
"Bang Rico, ada apa bang?" kepanikan terpancar di wajah Rian dan Rafi.
"Tidak, hanya sakit kepala biasa. Eh, tumben kalian jam segini sudah bangun?"
"Hehe..., sebenarnya kita bangun pagi karena ada yang ingin kita omongin sama bang Rico"
"Ya? Ngomong aja kali."
"Tapi sebelumnya maaf ya, bang. Ini tentang kejadian kemarin. Kita masih penasaran sama cerita bang Rico."
"Iya, bang. Jadi kita mau nanya nih tentang keluarga bang Rico. Apa sekarang bang Rico masih berhubungan atau berkomunikasi sama keluarga bang Rico?"
"Keluarga? Saya sudah lama sekali tidak bertemu mereka, semenjak kejadian kecelakaan pesawat itu." kata Rico dengan raut wajah sedikit sedih karena mengingat kejadian itu.
"Maaf ya, bang. Kalau kita buat bang Rico sedih. Soalnya dari certita bang Rico kemarin kita nemu dugaan kalau apa yang bang Rico alami kemarin itu adalah telapati dari orang terdekat bang Rico"
"Awalnya kita mengira kalau dia itu tetangga atau teman kuliah bang Rico. Tapi kalau untuk telepati perlu ada hubungan yang lebih dekat lagi dari itu. Makanya, kita mengira kalau orang itu adalah keluarga bang Rico. Mungkin kemarin dia lagi kangen sama bang Rico dan dia tidak tahu bang Rico di mana, makannya dia coba pakai telepati agar bisa berkomunikasi dan saling menanyakan kabar." jelas Rafi panjang lebar. Dan Rico menyimaknya antusias.
"Iya, saya memang sejak kecil dekat sekali dengan Ibu. Mungkin orang itu adalah ibu. Dan tadi dia telepati lagi. Tapi saya malah menolak telepati itu makanya tadi membuat kepala saya sakit." jelas Rico dengan nada sedikit menyesal karena sikapnya sendiri.
"Maaf ya, bang. Kalau kami buat bang Rico sedih. Coba sekarang bang Rico telepati lagi ke orang itu. Mungkin benar itu adalah Ibunya bang Rico."
"Gak bisa. Kalian tahu, kan? Kalau saya ingin masuk kedalam pikiran orang lain, saya harus tau dulu dimana posisi dia sekarang?"
"Bisa, bang. Kalau memang benar itu Ibunya bang Rico, pasti bisa. Dan tidak harus tau posisi dia dimana. Cukup pakai ikatan batin Ibu dan anak, pasti bisa!"
"Baiklah, saya coba."
———
"Ibu?"
Rico, iya ini Ibu, Nak
Komentar
Posting Komentar