Hari Selasa tanggal delapan bulan september tahun dua ribu dua puluh. Hari ulang tahunku yang ke-tujuh belas.
Dari malam hari sebelumnya, aku berharap dia akan menjadi yang pertama mengucapkan. Tapi, tidak. Dia kalah cepat dengan temanku yang lain. Harapku pun berubah. Aku tidak berharap banyak, aku hanya ingin dia memberi ucapan, apa pun, aku pasti bahagia. Tapi nyatanya ...
"Kamu ulang tahun?" tanyanya.
Dia malah bertanya seperti itu. Aku kira, hari lahirku akan dia ingat selalu, tapi ternyata tidak. Sudah lama memang kita tidak jumpa, tidak saling sapa, kecuali kalau ada perlu.
Setelah itu, dia berusaha untuk memberi pesan.
"Wish-nya nanti, ya. Selesai ujian." katanya.
Kala itu, dia memang sedang ada ujian di sekolah. Aku hanya diam. Biarlah, aku sudah telanjur kecewa. Tidak lama, dia pun kembali menghapus pesan itu. Bertambahlah lagi rasa kecewaku.
Sudahlah. Untung saja kecewa itu tidak lama. Sebab aku sadar, aku bukan siapa-siapa.
Siang harinya, dia tiba-tiba kembali mengirimkan pesan. "Aku mau kasih wish." katanya.
"Ditunggu." sahutku.
Benar-benar aku menunggu. Cukup lama, tapi tidak apa.
"Hbd ya... maaf mungkin di hari-hari umur kamu sebelumnya aku pernah buat kamu sakit hati. Semoga di hari-hari umur kamu yang sekarang dan seterusnya, hati kamu selalu bahagia.
"Maaf aku enggak bisa menyempurnakan hari-hari sebelum ini. Tapi aku hanya bisa berucap maaf dan mendoakan kamu bahagia menjalani hari-hari.
"Masa laluku begitu gelap, maaf aku pernah menarikmu di masa gelap, maafkan aku.
"Teruslah bersinar. Aku bukanlah orang yang seterang kamu. Sekalipun aku bersinar, angin lalu yang gelap akan sewaktu-waktu mematikan terangku.
"Oh, iya, selamat atas pencapaian kamu selama setahun ini. Kamu hebat. Semoga kamu bisa terus berkarya. Semoga di akhir tahun depan dapat kabar baik dari PTN."
Cukup panjang. Begitulah doanya. Aku tersenyum. Cukup dalam pesan yang dia sampaikan. "Terimakasih." sahutku. Tapi,
"Terlalu banyak maaf. Kamu enggak buat salah apa-apa. Jangan terus menyalahkan diri sendiri.
Aku juga belum jadi apa-apa. Ini semua masih proses. Kata kamu, aku hebat, padahal belum. Aku baru mulai, enggak tau kedepannya bakal gimana. Kalau aku udah berhasil melewati masa-masa susah, baru kamu bisa bilang aku hebat."
Aku juga jawab panjang lebar, hehe. Setelahnya, aku juga tidak lupa mendoakannya. "Semangat juga. Kejar terus impianmu."
x
Komentar
Posting Komentar